PornDewasaX3 -
Kali ini akan membagikan Cerita seorang janda gersang telihat menggoda
dengan tubuhnya yang sintal montok, merasakan rangsangan bercinta ketika
berada di mobil dengan judul “ Menikmati Kemolekan Tubuh Mbak Eva,
Seorang Janda Gersang Seksi ” yang tidak kalah serunya dan dijamin dapat
meningkatkan libido seks, selamat menikmati.
Sebelumnya
saya perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Panji (samaran), usia
saya saat ini adalah 37 tahun. Kejadian ini adalah kisah nyata hidup
saya yang terjadi 10 tahun yang lalu, jadi saat itu usia saya baru
sekitar 27 tahun.
Sebelum
saya ceritakan pengalaman saya dengan Mbak Eva sang janda gersang,
perlu saya sampaikan juga bahwa (mungkin) saya mengidap suatu kelainan
(meskipun mungkin kadarnya masih sangat ringan), yaitu saya lebih
tertarik dengan wanita yang usianya sebaya dengan saya ataupun lebih
tua, meskipun saya tidak terlalu menolak dengan wanita yang usianya
dibawah saya.
Hampir
semua (tapi tidak 100 persen), pacar-pacar saya ataupun teman-teman
kencan saya biasanya memiliki usia sebaya ataupun lebih tua. Tetapi
istri saya saat ini memang lebih muda dari saya 5 tahun.
Saya
menyenangi wanita yang lebih tua, karena saya merasa kalau bermain
cinta dengan mereka, saya merasakan ada sensasi tersendiri. Terlebih
kalau teman kencan saya seorang janda gersang, saya akan semakin
menikmati permainan-permainannya dengan baik. Saya mempunyai seorang
tetangga, sekaligus kawan bermain, tetapi usianya 3 tahun dibawah saya,
sebut saja namanya Steven (tentunya juga nama samaran).
Saya
berkawan dan bersahabat dengan dia sudah sejak kecil. Hubungan saya
dengan Steven sudah seperti kakak beradik. Kami saling bermain, saya ke
rumahnya ataupun dia yang ke rumahku. Makan dan terkadang tidur pun kami
sering bersama. Steven ini anak tertua dari 4 bersaudara. Ayahnya
meninggal dunia ketika dia berumur 15 tahun.
Steven
ini mempunyai ibu, namanya Eva. Meskipun Mbak Eva ini ibu dari teman
dekat saya, tetapi saya memanggilnya tetap dengan panggilan mbak, bukan
tante (saya tidak tahu kenapa memanggilnya mbak, mungkin saya
ikut-ikutan ibu saya). Karena saya sudah terbiasa bergaul dengan
keluarga Mbak Eva, maka Mbak Eva menganggap saya sudah seperti anaknya
sendiri. Sehingga Mbak Eva tidak merasa malu untuk bertingkah wajar di
hadapanku, terutama sekali dia sudah terbiasa berpakaian minim, meskipun
saya ada di depannya.
Apabila
selesai mandi, dan keluar dari kamar mandi, Mbak Eva tanpa malu-malu
jalan di hadapan saya hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya.
Sehingga dengan jelas sekali terlihat kemolekan tubuhnya. Warna kulitnya
yang kuning bersih, dengan bentuk pantat yang bulat dan sintal, serta
sepasang lengan yang indah dengan bebasnya dapat dipandangi, meskipun
saya pada saat itu masih SD ataupun SMP, tetapi secara naluri, saya
sudah ingin juga melihat kemolekan tubuh Mbak Eva.
Hubungan
dengan Steven tetap baik, meskipun saya sudah pindah rumah (meskipun
dalam satu kota) dan meskipun saya sudah kuliah ke lain kota, hubungan
saya dengan keluarga Mbak Eva juga tetap tidak berubah. Kalau saya
pulang ke rumah sebulan sekali, saya selalu sempatkan main ke rumah
Steven.
Setelah
kematian suaminya, Mbak Eva selama kurang lebih 8 tahun tetap menjanda,
dan akhirnya menjadi janda gersang. Meskipun sebenarnya banyak
laki-laki yang tertarik padanya, karena Mbak Eva ini orangnya cantik,
seksi, kulitnya kuning, bicaranya ramah dan supel. Penampilannya selalu
nampak bersih (selalu bermake-up setiap saat). Tetapi semuanya ditolak,
karena alasan Mbak Eva pada saat itu katanya lebih berkonsentrasi untuk
dia dalam mengasuh anak-anaknya.
Tetapi
setelah 8 tahun janda gersang, akhirnya dia menikah dengan seorang duda
tua yang meskipun kaya raya tetapi sakit-sakitan (Mbak Eva mau menikah
dengan dia karena alasan ekonomi). Tetapi perkawinan ini hanya bertahan
kurang lebih 2 tahun, karena suaminya yang baru ini akhirnya juga
meninggal.
Setelah
saya Dewasa, rasa tertarik saya dengan Mbak Eva semakin menggebu. Tubuh
yang seksi, pantat yang padat, dan betis yang kecil serta indah selalu
menjadi sasaran mata saya. Terkadang saya sering mencuri pandang dengan
Mbak Eva, pada saat ngobrol dengan Steven dankebetulan Mbak Eva lewat.
Apalagi kalau sedang ngobrol dengan Steven dan Mbak Eva ikut, wah
rasanya jadi senang sekali. Bahkan sering saya sengaja main ke rumah
Steven, dimana pada saat Steven tidak ada di rumah, sehingga saya dengan
leluasa dapat ngobrol berdua dengan Mbak Eva.
Meskipun
keinginan untuk bercinta dengan Mbak Eva selalu menggebu, tetapi saya
masih kesulitan untuk mencari cara memulainya. Terkadang rasa ragu dan
malu selalu menghantui, takut kalau nanti Mbak Eva menolak untuk diajak
bercinta. Tetapi kalau kemauan sudah kuat, segala cara akan ditempuh
demi tercapainya keinginan.
Hal
ini terjadi secara kebetulan, ketika suatu sore MBak Eva minta tolong
saya untuk mengantarkan melihat komplek perumahan yang baru di pinggiran
kota, karena dia bermaksud membeli rumah kecil di komplek perumahan
tersebut.
Kami
berdua berangkat dengan memakai mobil saya. Karena lokasinya masih baru
dan masih dalam tahap pembangunan, sehingga sesampainya di lokasi,
suasananya terlihat sepi, tidak ada seorang pun di tempat itu. Kami
berdua berkeliling-keliling dengan berjalan kaki melihat-lihat
rumah-rumah yang baru dibangun. Saya ajak Mbak Eva masuk ke salah satu
rumah yang sedang dibangun, yang tentunya masih kosong, kami
melihat-lihat ke dalamnya.
Kami
berjalan berdampingan, dan setelah masuk ke salah satu rumah yang
sedang dibangun. Dengan tiba-tiba saya dekap pundaknya, saya rekatkan ke
dada saya, perasaan saya pada saat itu tidak menentu, antara senang,
takut kalau-kalau dia marah dan menampar saya, dan perasaan birahi yang
sudah sangat menggebu.
Tetapi
syukur, ternyata dia hanya tersenyum memandang saya. Melihat tidak ada
penolakan yang berarti, saya mulai berani untuk mencium pipinya,
lagi-lagi dia hanya tersenyum malu sambil pura-pura menjauhkan diri dan
sambil berkata, “Ach.. Panji ini ada-ada saja..”
Saya berkata, “Mbak Eva marah yaa..?”
Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala dan sambil tersenyum terus menundukkan kepala.
Melihat
bahasa tubuh yang menunjukkan “lampu Hijau”, serangan saya semakin
berani. Saya mengejarnya dan mendekapnya, dan akhirnya saya berhasil
mencium bibirnya yang tipis, mungil dan berkilat oleh lipstick yang
selalu menghiasi bibirnya. Sambil saya bersandar di dinding, saya dekap
dengan erat tubuh Mbak Eva.
Saya cium bibirnya, “Uhhmm..” dia bergumam dan balas memeluk dengan erat.
Ternyata
tanpa diduga, Mbak Eva membalas ciuman saya dengan bergairah. Saya
kembali balas ciumannya yang sangat bergairah dengan permainan lidah
saya. Lidah kami sudah menari-nari. Kedua tangan saya sudah mencari
sasaran-sasaran yang sensitif. Bukit kembarnya yang mungil tapi masih
padat dan terlihat seksi menjadi sasaran kedua tangan saya.
Kedua
bukit kembar ini sudah lama kuidam-idamkan untuk menjamahnya. Kami
berciuman agak lama. Nafas Mbak Eva semakin memburu. Ciuman, saya
alihkan dari bibirnya yang mungil turun ke lehernya. Dia menengadahkan
wajahnya sambil matanya terpejam. Menikmati rangsangan kenikmatan yang
sudah lama tidak dia rasakan.
“Uchmm.. mm..” mulutnya selalu bergumam, tandanya dia menikmatinya.
Kedua
tanganku saya dekapkan ke pantatnya yang bulat dan seksi. Sehingga
tubuhnya semakin marapat ke tubuh saya. Dekapan kedua tangannya ke leher
saya semakin diperkuat, seiring dengan lenguhan bibirnya yang semakin
panjang, “Uuucchmm.. mm.”
Batang
kejantanan yang tegang sejak berangkat dari rumahnya Mbak Eva, kini
ditekan dengan kencang oleh tubuh Mbak Eva yang bergoyang-goyang. Rasa
nikmat menjalar dari batang kejantananku mengalir naik ke ubun-ubun.
Ciumanku terus turun setelah beberapa lama singgah di lehernya, turun
menuruni celah bukit kembarnya. Kedua BH-nya yang berwarna merah muda,
serasi dengan kulitnya yang langsat, semakin menambah indahnya susu Mbak
Eva.
Karena
tubuh Mbak Eva agak kecil, saya agak sedikit berjongkok, agar mampu
mencium kedua susunya yang sudah mengeras. Kedua tangan saya pergunakan
untuk menahan punggungnya yang mulai melengkung atas sensasi ciuman saya
ke susunya. Deru nafas Mbak Eva semakin memburu.
Gesekan
tubuhnya ke batang keperkasaan saya semakin cepat frekuensinya, dan
akhirnya, “Udach acch Panjii.. jangan disini, nggak enak kalau nanti
ketahuan..” sambil berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan saya.
“Sebentar Mmmbbak..!” jawab saya dengan mulut tidak bergeser dari susunya.
“Panji, nanti kita lannjuttkan saja di llain ttemmpat..” suranya terputus-putus karena tersengal oleh nafasnya yang memburu.
“Oke
dech Mbak Eva, tapi Mbak Eva harus janji dulu, kapan dilanjutkannya dan
dimana..?” tanyaku sambil masih mendekap dengan erat tubuh Mbak Eva.
“Besok pagi saja di rumahku jam sepuluh. Karena kalau pagi rumahku sepi.”
“Oke dech, besok pagi jam sepuluh saya datang lagi.”
“Yuk kita pulang, anter aku dulu ke rumah, anak nakaall..!” pinta Mbak Eva manja sambil mencubit hidungku.
“Aku
antar ke rumah, tapi kasih dulu uang muka untuk besok pagi.” sambil
mengarahkan ciuman saya ke bibirnya sekali lagi sebagai uang muka untuk
besok pagi.
Dia belum sempat tersenyum karena bibirnya sudah kukulum dengan mesranya.
Hari
mulai gelap dan gerimis mengiringi kepulangan kami. Kami berjalan
pulang ke rumah Mbak Eva, tetapi suasana dalam perjalanan pulang sudah
jauh berbeda dengan suasana ketika kami berangkat tadi. Karena ketika
kami berangkat tadi, perilaku kami sebagai seorang tante dengan
“keponakannya”, tapi sekarang sudah berubah menjadi perjalanan seorang
tante dengan “keenakannya”.
Selama
perjalanan, Mbak Eva menggoda saya, “Waduh.., ternyata selama ini saya
salah, saya kirain Panji itu orangnya alim, tapi ternyata..”
“Ternyata enak khan..?” goda saya sambil mencubit dagunya yang menggemaskan. Kami berdua tertawa berderai.
“Kalau tahu gitu, mending dari dulu yaa..?” kata Mbak Eva menggoda.
“Iya kalau dari dulu, memek Mbak Eva mungkin tidak karatan ya..?” balasku menggoda.
“Emangnya besi tua..!” jawab Mbak Eva bersungut.
“Bukan besi tua, tapi besi pusaka.” jawab saya.
Selama
perjalanan, tangan Mbak Eva tidak henti-hentinya selalu meremas tangan
saya yang sebelah kiri (sebelah kanan untuk pegang setir). Tangan saya
baru dilepaskan ketika saya pergunakan untuk pindah gigi saja.
Selebihnya selalu dipegang dan diremas-remas oleh Mbak Eva.
“Mbak.., jangan tanganku aja donk yang diremas-remas..!” pinta saya dengan manja.
“Lha yang mana lagi yang minta diremas..?”
“Ya yang nggak ada tulangnya donk yang diremas.”
“Dasar anak nakal.” Mbak Eva tersenyum, tapi tangannya beralih untuk meremas rudal yang masih tegang belum tersalurkan.
Ternyata Mbak Eva tidak hanya meremas rudal saya saja, melainkan juga menciuminya.
“Mbak.., bebas aja lho Mbak, jangan sungkan-sungkan, anggap aja milik sendiri.” goda saya sambil tersenyum.
“Terus minta diapakan lagi..?” pancing Mbak Eva.
“Yaa.., kalau mau dikulum juga boleh.” jawab saya.
“Emangnya nggak kelihatan orang..?” tanyanya ragu.
“Khan udah malem, lagian hujan, pasti nggak kelihatan.”
Tanpa
menunggu jawaban, tangan Mbak Eva sudah mulai membuka resluiting celana
dan mengeluarkan rudal saya. Saya geser kursi saya agak ke belakang,
agar Mbak Eva dapat leluasa mempermainkan rudal indah milik saya.
Dirabanya rudal itu dan diciuminya, akhirnya bibirnya yang mungil
mengulum dan menjilatinya. Terasa mendapat aliran listrik yang
menggetarkan ketika lidah Mbak Eva menjilati kepala rudal saya.
Dan
terasa hangat dan basah ketika mulutnya mengulum batang kejantanan saya
yang semakin menegang. Dua perasaan yang penuh sensasi berganti-ganti
saya rasakan. Antara getaran karena jilatan lidah dan hangatnya kuluman
saling berganti. Kedua kaki terasa tegang, dan pantat saya tidak terasa
terangkat karena sensasi yang ditimbulkan oleh kuluman bibir Mbak Eva
yang ternyata sangat ahli
Untuk
menghindari konsentrasi yang terpecah, terpaksa saya meminggirkan mobil
ke jalur lambat, dan memberhentikan mobil. Keadaan sangat mendukung,
karena pada saat itu tepat dengan turunnya hujan, dan lalu lintas
kendaraan agak sepi, sehingga kami berdua tidak merasa terganggu untuk
melanjutkan permainan di dalam mobil.
Mbak
Eva mengulum kemaluan saya dengan semangat. Kepalanya terlihat turun
naik-turun naik yang terkadang cepat, terkadang lambat. Mulutnya terus
bergumam, sebagai tanda bahwa dia juga menikmatinya. Kedua tangan saya
memegang kepala Mbak Eva naik-turun mengikuti gerakannya. Kaki semakin
kejang dengan pantat saya yang naik turun akibat rasa sensasi yang luar
biasa. Untuk mengimbangi permainannya, pantat Mbak Eva yang terlihat
nungging, saya remas dengan tangan kiri, sementara tangan kanan masih
membelai susu Mbak Eva, saya remas dengan pelan kedua susunya bergantian
dengan tangan kanan.
Resluiting
rok bawahnya yang ada di pantat, mulai saya buka, terlihat CD-nya yang
berwarna merah muda. Saya masukkan tangan kiri ke dalam CD-nya dan
meremas dengan gemas pantatnya yang padat berisi. Tangan saya bergerak
turun menelusuri celah pantatnya, dan sekarang menuju liang kemaluannya.
Kemaluannya saya sentuh dari belakang, dan terasa sudah sangat basah
dan merekah.
Saya
belai-belai bibir luar kewanitaannya dan akhirnya saya belai-belai
klitnya. Merasa klitnya tersentuh oleh jari saya, pantat Mbak Eva
semakin dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke batang kejantanan saya
semakin kencang. Tangan kanan saya masih meremas-remas susunya yang
semakin tegak. Melihat perpaduan antara belaian klitoris, remasan susu
dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin maracau.
Pantat
kami semakin naik turun. Erangan kenikmatan dan sensasi aliran listrik
menjalar ke sekujur tubuh kami. Tiba-tiba Mbak Eva melepaskan
kulumannya. Dia kembali ke posisi duduk dan telentang sambil matanya
tetap terpejam oleh kenikmatan yang sudah bertahun-tahun tidak
dirasakan. Saya tahu maksudnya, bahwa dia minta gantian agar
kewanitaannya dijilati.
Saya
singkapkan roknya, dan Mbak Eva dengan tergesa-gesa melepaskan sendiri
CD-nya, seakan tidak sabar dan tidak ingin ada waktu luang yang
terputus. Kedua kakinya sudah ditelentangkan, kemaluannya yang mungil
dengan bulu-bulu halus dan terawat sudah kelihatan merekah. Saya
dekatkan mulut saya ke liang senggamanya, tetapi saya baru akan
menjilati kedua selangkangannya terlebih dahulu.
Dia
meremas-remas rambut saya. Kedua kakinya mengejang-ngejang dan
bergerak-gerak tidak terkontrol. Pantatnya digerak-gerakkan naik turun.
Ini artinya Mbak Eva sudah sangat penasaran dan sangat gemas agar
kemaluannya ingin dijilati. Dia kelihatan penasaran sekali. Saya jilati
bibir kemaluannya.
Harumnya
yang khas kemaluan wanita semakin merangsang saya. Remasan-remasan di
kepala saya semakin kuat. Akhirnya saya buka bibir kemaluannya, saya
jilati klitorisnya. Ketika lidah saya menyentuh klitorisnya, nafas lega
dan erangan kenikmatan keluar dari mulutnya.
“Uuuhh.. uhh.. uughh..!” terus menerus keluar dari mulutnya.
Kepalanya
selalu bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Remasan remasan tangan
kirinya sekarang beralih ke punggung saya, sedangkan tangan kanannya
berusaha mencari batang keperkasaan saya dan akhirnya meremas-remas dan
mengocoknya. Tangan yang lembut dengan kocokan dan remasan yang halus,
memijat-mijat batang kejantanan saya, memberikan sensasi tersendiri pada
rudal kebanggaan milik saya.
Lidah
saya berputar-putar di klitorisnya, usapan-usapan lidah di dinding
vagina, terkadang saya selingi dengan isapan dan gigitan halus di
klitorisnya, membuat dia semakin marancu, “Uuugghh.. geellii
banggeett..! Uuuff.., ggellii bannget..! Uuff ggllii..”
Dan
secara tiba-tiba kedua tangannya mencakar punggung saya, kedua kakinya
menegang, dadanya membusung naik diikuti dengan getaran tubuh yang hebat
sambil mengerang, “Uuugghhff Aaallvii.., uuff aku mmauu kkeelluua..
aarr..”
Nafasnya tersengal dan memburu, tandanya dia sudah sampai di puncak kenikmatan seorang wanita.
“Aaallvii.., kamu belum yaa..? Sini kukulum biar cepet nyampai.” suara Mbak Eva sambil nafasnya masih memburu.
Dia
membungkuk di pangkuan saya, saya telentang di jok. Dia kembali
mengulum batang kejantanan saya. Bibir yang manis dan mungil kembali
mengocok-ngocok rudal saya. Lidahnya dengan lembut menyapu kepala
kemaluan saya. Sensasi yang tadi sempat terputus, kembali dapat saya
rasakan. Kaki saya menegang, pantatku terangkat, tangan saya
meremas-remas kedua pipinya.
Aliran
listrik menjalar dari kepala kejantanan saya, naik ke ubun-ubun dan
sekujur tubuh. Aliran tersebut kembali lagi bersama-sama mengarah ke
ujung rudal saya, ke kepala kemaluan saya, dan akhirnya keluar
bersama-sama dengan cairan putih dan kental ke mulut Mbak Eva, ke bibir
Mbak Eva, ke hidungnya dan ke pipinya, banyak sekali.
Seakan-akan
habis sudah cairan yang ada di tubuh ini, lemas kedua tubuh kami. Untuk
sejenak kami berdua berdiam diri, untuk menikmati sensasi kami, untuk
mengatur nafas kami dan untuk menenangkan emosi kami. END