Karena waktunya yg empat hari itu cukup panjang, dia menyarankan aku utk ambil cuti dari kantorku dan dia mengajak aku serta sambil menikmati suasana kota Jogja di mana penataran itu akan berlansung.
Cerita ML – Disela-sela waktunya nanti dia akan ajak aku utk berkeliling kota jogja, antara lain keraton jogja yg selama ini belum pernah aku melihatnya. Ahh.. tumben suamiku punya ide seperti itu, senyumku. Aku akan urus cutiku.
Singkat cerita, pada hari minggu, 25 november malam aku dan suamiku telah berada di restoran Novotel jogja yg terkenal itu.
Kuperhatikan semua kursi dipenuhi pengunjung. Secara ala kadarnya aku diperkenalkan dengan teman-teman suamiku yg juga datang bersama istri mereka.
Dalam kerumunan meja besar utk rombongan suamiku ini kami nampaknya merupakan pasangan yg paling muda dalam usia. Dan tentu saja aku menjadi perempuan yg termuda dan nampaknya juga paling cantik.
Sementara ibu-ibu yg lain rata-rata sudah nampak ber-cucu atau buyut barangkali. Dan akhirnya aku tdk bisa begitu akrab dengan para istri-istri yg rata-rata nenek-nenek itu.
Mungkin duniaku bukan lagi dunia mereka. Cara pandang dan sikap kehidupanku sudah jauh beda dari masa mereka.
Karena paling muda suamiku kebagian kamar yg paling tinggi di lantai lima, sementara teman-temannya kebanyakan berada di lantai dua atau tiga.
Buatku tak ada masalah, bahkan dari kamarku ini aku bisa lebih leluasa melihat indahnya kota jogja.
Malam itu kami serasa berbulan madu yg kedua. Kami bercumbu hingga tengah malam sebelum tidur nyenyak hingga saat subuh datang.
Pagi harinya kami sempat sedikit jalan-jalan di taman hotel yg cukup luas itu utk menghirup udara pagi sebelum kami sarapan bersama.
Jadwal penataran suamiku sangat rapat, maklum disamping setiap session selalu diisi oleh pembicara tamu atau ahli dari Jakarta, juga dihadiri oleh pejabat penting dari berbagai tingkatan dan wilayah setanah air.
Setiap pagi suamiku harus sudah berada di tempat seminar di lantai 2 pada jam 7 pagi. Apalagi sebagai anggota rombongan yg termuda dia seperti kena pelonco, segala hal yg timbul selalu larinya ke dia.
Untung suamiku bertype “positive thinking” dan selalu penuh semangat dalam melaksanakan semua tugasnya.
Sesaat setelah suamiku memasuki ruang penataran aku sempatkan jalan-jalan di seputar hotel kemudian mencari book store utk membeli koran pagi.
Sesudah duduk sebentar di lobby aku balik ke kamar utk mencoba telpon ke rumah sekedar ‘check rechek’ kegiatan pelayanku di rumah.
Kemudian duduk santai membaca koran di balkon kamarku yg berpanorama atap-atap kampung Yogyakarta sambil minum coklat instant yg tersedia di setiap kamar Novotel ini.
Bosan membaca koran aku buka channel TV sana-sini yg juga membosankan. Aku berpikir mau apa lagi, nih. Akhirnya sekitar jam 9 pagi aku berpikir sebaiknya aku turun ke lobby sambil mencuci mata melihat etalase toko di seputarnya.
Aku keluar kamar melangkah di koridor yg panjang utk menuju lift. Bersamaan dengan itu kulihat kamar di depan kamarku pintunya terbuka dan nampak sepintas di dalamnya ada seseorang setengah umur sedang sibuk menulis.
Dia sempat menengok ke arahku sebelum aku bergerak menuju lift. Hal yg lumrah di dalam hotel yg tamunya dari segala macam orang dan asal.
Tak terbersit pikiran apapun pada apa yg barusan tampak oleh mataku.
Aku adalah type perempuan yg berpribadi dan paling teguh menjaga diri sendiri baik karena kesadaran sosial budayaku maupun kesadaran akan etika moral yg berkaitan dengan nilai-nilai kesetiaan seorang istri pada suaminya.
Kembali aku jalan-jalan di seputar lobby, di shopping arcade yg menampilkan berbagai rupa barang dagangan pernik-pernik menarik, ada parfum, ada accessories, ada boutique. Ah.. aku nggak begitu tertarik dengan semua itu.
Aku punya pandangan sendiri bagaimana membuat hidup lebih nyaman dan punya nilai. Aku memang tdk tertarik dengan pola hidup khalayak.
Aku menyenangi keindahan yg serba alami. Kalau toh ada poles di sana, itu adalah ‘touch’ yg lahir dari sikap budaya sebagaimana manusia yg memang memiliki rasa dan pikir.
Demikian pula yg berkaitan dengan kecantikan. Aku sangat menyadari bahwa basis tampilanku adalah perempuan yg cantik.
Dan hal itu terbukti dari banyak orang yg sering secara langsung ataupun tdk langsung memberikan komentar dan penghargaan atas kecantikanku serta sikapku pada kecantikanku itu.
Aku ingin kecantikkan yg juga memancar dari sikap budayaku. Dengan demikian aku akan selalu cantik dalam keadaan apapun.
Oleh karenanya aku sangat menyukai ‘touch’ yg sangat mencerminkan kemuliaan pribadi. Buatku hidup ini sangat tinggi maknanya dan perlu disikapi secara mulia, khas dan penuh kepribadian.
Sesudah 1 jam jalan dan lihat sana-sini kembali aku dilanda rasa bosan yg menuntunku utk balik ke kamar saja. Aku memasuki kembali lift menuju kamarku di lantai 5.
Aku masih melihat kamar depanku yg tetap pintunya terbuka. Aku membuka pintuku dan masuk. Aku sedang hendak mengunci kembali kamarku ketika terdengar dari luar sapaan halus.
“Selamat pagi”
Yg spontan aku jawab selamat pagi pula sambil membuka sedikit pintuku.
Kulihat lelaki dari kamar depanku itu dan begitu cepat menyisipkan tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk menelusup ke kamar sebelum aku menyadari dan mempersilahkannya.
Hal yg sungguh sangat tdk mengenakkan aku. Aku tdk terbiasa berada dalam sebuah ruangan tertutup dengan lelaki lain yg bukan suamiku.
Tetapi peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat. Bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintuku hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar tertutup dan terkunci ini.
Ini adalah sebuah kekeliruan yg besar. Aku langsung marah dan berusaha menolaknya keluar dengan meraih kunci di pintu. Tetapi kembali dia lebih sigap dari aku.
“Tenang, Ana, jangan takut. Aku nggak akan menyakiti Ana, kok. Aku cuma sangat kagum dengan kecantikan yg Ana miliki. Benar-benar macam kecantikan yg lahiriah maupun kecantikkan dari dalam batin. Inner beauty. Khayalanku menjadi melambung jauh setiap melihat Ana. Sejak semalam di meja makan saat makan malam, kebetulan aku berada di samping meja makan rombongan suami Ana, aku lihat tangan-tangan lentik Ana. Aku pastikan Ana sangat cantik. Dan pagi tadi saat Ana jalan-jalan di taman bersama suami dan kemudian juga jalan-jalan di sekitar lobby kembali aku sangat mengagumi penampilan Ana. Aku sangat terpesona dan tak mampu menahan diriku. Aku kepingin sekali tidur bersama Ana, pagi ini”.
Orang itu memandangkan matanya tajam ke mataku. Omongan orang itu benar-benar biadab, tak punya malu. Apalagi rasa hormat. Dia seakan begitu yakin pasti menang atasku.
Edan! Kok ada orang edan macam ini. Omongan panjangnya kurasakan sangat merendahkan diriku, kurang ajar, mengerikan dan menakutkan. Limbung dan ketakutan yg amat sangat langsung melanda sanubariku.
Bulu kudukku merinding. Aku sepertinya jatuh dari ketinggian tanpa tahu akhirnya. Rasa sesak nafasku demikian menekan emosiku. Aku merasa begitu sangat lemah, terbatas dan tak punya pilihan.
Jangan harap kebaikan dari lelaki biadab ini. Dia jelas tdk menyadari dan paham betapa aku mengagungkan nilai-nilai hidup ini.
Dia tdk tahu betapa aku selalu takut pada pengkhianatan dan pengingkaran terhadap kesetiaanku pada suami.
Aku sama sekali tak pernah siap akan hal-hal yg sebagaimana kuhadapi saat ini. Sungguh edan!!
Kemudian dengan kalemnya dia raih tangan dan pinggangku utk memelukku. Harga diri dan martabatku langsung bangkit marah. Aku berontak dan melawannya habis-habisan.
Tanganku meraih apapun utk aku pukulkan pada lelaki itu. Kutendangkan kakiku ke tubuhnya sekenanya, kucakarkan kukuku pada tubuhnya sekenanya pula. Tetapi.. Ya ampuunn.. Dia sangat tangguh dan kuat bagiku.
Lelaki itu berpostur tinggi pula dan mengimbangi tinggiku, dan usianya yg aku rasa tdk jauh beda dengan usia suamiku disertai dengan otot-otot lengannya yg nampak gempal saat menahan pegangan tanganku yg terus berontak dan mencakarinya.
Dia seret dan paksa aku menuju ke ranjang. Aku setengah dibantingkannya ke atasnya. Dan aku benar-benar terbanting. Kacamataku terlempar entah ke mana.
Teriakanku sia-sia. Aku rasa kamar Novotel ini kedap suara sehingga suaraku yg sekeras apapun tdk akan terdengar dari luar.
Karena perlawananku yg tak kenal menyerah dia dengan cepat meringkus tangan-tanganku dan mengikatnya dengan dasi suamiku yg dia temukan dan sambar dari tumpukan baju dekat ranjang hotel.
Dia ikat tanganku ke backdrop ranjang itu. Aku meraung, menangis dan berteriak sejadi-jadinya hingga akhirnya dia juga sumpel mulutku, entah pakai apa, sehingga aku tak mampu lagi bergerak banyak maupun berteriak.
Sesudah itu dia tarik tungkai kakiku mengarah ke dirinya. Dia nampak berusaha menenangkan aku, dengan cara menekan mentalku, seakan meniupi telingaku. Dia berbisik dalam desahnya,
“Ayolah, Ana, jangan lagi memberontak. Nanti lelah saja. Percuma khan, Waktu kita nggak banyak. Sebentar lagi suami Ana istirahat makan siang. Dan bukankah dia selalu menyempatkan utk menjemput Ana utk makan bersama?!”.
Aku berpikir cepat menyadari kata-katanya itu dan menjadi sangat khawatir. Ini orang memang betul-betul lihay. Mungkin memang tukang perkosa profesional.
Dia seakan tahu dan menghitung semuanya. Dia bisa melemparkan isue yg langsung menekan. Dia tahu bahwa aku tdk mau kehilangan suamiku.
Dan dia juga tahu, kalau toh kepergokpun, dia tak akan merugi. Hampir tak pernah dengar ada suami yg melapor istrinya diperkosa orang.
Yg ada hanyalah seorang suami yg menceraikan istrinya tanpa alasan yg jelas. Disinilah bentuk tekanan lelaki biadab ini padaku. Sementara itu tindakan brutalnya terus dilakukannya.
Dia robek blusku dengan kekerasannya utk menelanjangi dadaku. Dia hentakkan kutangku hingga lepas dan dilemparkannya ke lantai. Kemudian dengan seringainya dia menelusurkan mukanya.
Dia benamkan wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri. Yg kurasakan hanyalah perasaan risih yg tak terhingga.
Suatu perasaan yg terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu, entah setan, binatang atau orang telah merangseki tubuhku ini.
Tangan-tangannya menjamah dan menelusup kemudian mengelusi pinggulku, punggungku, dadaku. Tangannya juga meremas-remas susuku. Dengan jari-jarinya dia memilin puting-puting susuku. Disini dia melakukannya mulai dengan sangat pelan.
Ah.. Bukan pelan, tt.. tetapi.. lembut. Dd.. dan.. dan demikian penuh perasaan. Kurang ajaarr..! D.. dd.. dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya yg demikian itu.
Aku terus berontak dalam geliat.. Tetapi aku bagai kijang yg telah lumpuh dalam terkaman predatornya. Aku telah rebah ke tanah dan cakar-cakar predatorku telah menghunjam di urat leherku.
Kini aku hanyalah seonggok daging konsumsi predatorku.
Aku sesenggukan melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari mulutku yg tersumpal. Yg ada hanya air mataku yg meleleh deras.
Aku memandang ke-langit-langit kamar Novotel. Aku demikian sakit atas ketdk adilan yg sedang kulakoni. Kini lelaki itu melihati aku. Aku menghindarkan tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air mataku,
“Duhh, sayangkuu.. kamu cantik banget, siihh.. “, orang ini benar-benar kasmaran padaku.
Dia juga menciumi tepian bibirku yg tersumpal. Kini kengerian dari kebiadaban berikutnya datang menyusul. Tangannya sigap menyibakkan gaun penutup wilayah rahasiaku.
Tangan lainnya mencapai pahaku dan mulai meraba-raba kulitku yg sangat halus karena tak pernah kulewatkan merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku.
Dia merabanya dengan pelan dan mengelusinya semakin lembut. Ucchh.. Betapa aku dilanda perasaan malu yg amat sangat.
Aku yg tak pernah menunjukkan auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang lelaki asing yg demikian saja merabaiku dan menyingkap segala kerahasiaanku.
Kemudian dia kembali melanjutkan kebiadabannya, dia merenggut dan merobek gaunku. Dia tarik dari haribaan tubuhku. Dia campakkan ke lantai sebagaimana kutangku tadi.
Dan kini aku hanyalah perempuan yg hina dengan setengah telanjang dan siap dalam perangkap lumatannya. Aku merasakan sepertinya dia telah merobeki jiwaku dan mencampakannya ke lantai kehinaan perempuan.
Aku merasakan betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati tangan-tangannya. Berontakku sekali lagi hanyalah kesia-siaan.
Dia menindih berat dengan dadanya. Wajahnya mendekat hingga kurasakan nafasnya yg meniupkan angin ke selangkanganku. Lelaki itu mulai menenggelamkan wajahnya ke selangkanganku. Bukan main. Belum pernah ada seorangpun berbuat macam ini padaku. Juga tdk begini suamiku selama ini.
Edan. Edaann..!!
Aku tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku. Edaann..!!
Lidah itu sangat pelan menyapu dan sangat lembut. Sesaat sepertinya aku berada di persimpangan jalan. Di depan mataku ada 2 potret. Aku membayangkan suamiku dan sekaligus lelaki ini.
Salahkah aku?
Dosakah aku?
Siapa yg salah?
Kenapa aku ditinggal sendirian di kamar ini?
Kenapa mesti ada lelaki ini?
Aku berpusing. Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian samudra yg sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku.
Aku mungkin sedang terseret dalam sebuah arus yg sangat tak mampu kulawan. Aku merasakan lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah.
Seribu lidah lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku. Seribu lidah lelaki inilah yg menyeretku ke tepian samudra kemudian menyeret aku utk tertelan dan tenggelam.
Ammpuunn.. Bayangan kengerian akan ingkarnya kesetiaan seorang istri menerkam aku. Keringatku meluncur deras.
Aku tak bisa pungkiri. Aku sedang jatuh dalam lembah nikmat yg sangat dalam.. Aku sedang terseret dan tenggelam dalam samudra nafsu birahiku. Aku sedang tertelan oleh gelombang nikmat syahwatku.
Salahkah akuu..??
Salahkah..??
Dan saat kombinasi lidah yg menjilati selangkanganku dan sesekali dan jari-jari tangannya yg mengelusi paha di wilayah puncak-puncaknya rahasiaku, aku semakin tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku.
Isak tangisku terdiam, berganti dengan desahan dari balik kain yg menyumpal mulutku.
Dan saat kombinasi olahan bibir dan lidah dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi remasan pada kemaluanku, desahanku berganti dengan rintihan yg penuh derita nikmat birahi. Aku telah tenggelam.
Dan gelombang itu kini menggoyang pantatku. Aku menggelinjang. Aku histeris ingin..
Yaa.. Aku ingin!
Aku punya ingin menjemputi ribuan lidah dan jari-jari lelaki ini. Ampuunn..!!
Masih adakah aku??
Dan ah.. Pintarnya lelaki ini. Dia begitu yakin bahwa aku telah tenggelam. Dia begitu yakin bahwa aku telah tertelan dalam syahwatku. Dia renggut sumpal di mulutku.
“Ayolah, sayang.. mendesahlah.. merintihlah.. Ambil nikmatmu. Teguk haus birahimu..”,
Aku mendesah dan merintih sangat histeris. Kulepaskan dengan liar derita nikmat yg melandaku. Aku kembali menangis dan mengucurkan air mata. Aku kembali berteriak histeris.
Tetapi kini aku menangis, mengucurkan air mata dan berteriak histeris beserta gelinjang syahwatku. Aku meronta menjemput nikmat. Aku menggoyang-goyangkan pinggul dan pantatku dalam irama nafsu birahi yg menerjangku.
Dan sejak saat itu aku memasuki wilayah tak terhingga, tanpa batasan norma sekaligus meninggalkan batasan-batasan yg selama ini kupertahankan dengan sangat teguhnya.
Aku memasuki suatu wilayah yg terbersit sepintas, bahwa aku sebenarnya pernah menginginkan nilai macam ini, nilai dimana tak ada kekhawatiran, ketakutan, rasa salah dan rasa mengkhianati.
Aku memasuki wilayah dimana aku eksis secara murni menjadi diriku. Mungkin semacam ini alamiahku, yg adalah mahkluk utk dipenuhi keinginan nafsu dan birahi yg demikian bebas tanpa kendali.
Bahkan aku merasa ini adalah hak. Hak-ku. Aku merasa ber-hak utk mendapatkannya.
Dan ke-tak terhingga-an serta ke-tak terbatas-an itu merayap menuju puncaknya ketika aku diterpa rasa dingin menggigil serta gemetar seluruh tubuhku yg disebabkan bibir lelaki itu merambah turun meluncur melewati perutku dan langsung menghunjam terperosok ke-kemaluanku.
Aku tak mampu mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang mengangkati pantatku utk mendorong dan menjemputi bibirnya karena kegatalan yg amat sangat pada kemaluanku.
Dengan serta merta pula aku berusaha menjilati toketku sendiri menahan gelinjang nikmat yg melanda nafsu birahiku.
Dan kurasakan betapa kecupan, gigitan dan ruyak lidah lelaki ini membuat gigil dan gemetarku melempar aku ke lupa diri.
Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih.
“Hauss, mmaass.. Aku hauss..”
Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga bisa kuraih bibirnya.
Aku rakus menyedotinya. Kehausanku yg tak bisa kubendung membuat aku ingin melumati mulutnya. Aku berpagut dengan pemerkosaku.
Aku melumat mulutnya sebagaimana sering aku melumati mulut suamiku saat aku sudah sangat di puncak birahiku. Aku benar-benar dikejar badai birahiku.
Aku benar-benar gelisah gelombang syahwatku. Biasanya kalau sudah begini suamiku langsung tahu. Dia akan menusukkan penisnya ke vaginaku utk menutup kegairahanku. Dia akan menjejalkan penisnya dan vaginaku pasti cepat menjemputnya.
Dan kini aku benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan penisnya ke kemaluanku pula. Aku sebenar-benarnya berharap karena sudah tdk tahan merasakan badai birahiku yg demikian melanda seluruh organ-organ peka birahi di tubuhku.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yg sama sekali diluar dugaanku. Aku sama sekali tak menduga, karena memang aku tak pernah punya dugaan sebelumnya. Kemaluan lelaki ini demikian gedenya.
Rasanya ingin tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di backdrop ranjang ini. Yg akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat kepalaku dan berusaha melihati kemaluan itu. Ampuunn.. Sungguh mengerikan.
Rasanya ada pisang tanduk gede dan panjang yg sedang dipaksakan utk menembusi vaginaku. Aku menjerit tertahan. Tak lagi aku sempat memandangnya.
Lelaki ini sudah langsung menerkam kembali bibirku. Dia kini berusaha meruyakkan lidahnya di rongga mulutku sambil menekankan penisnya utk menguak bibir vaginaku.
Selama ini aku pikir penis suamiku itulah pada umumnya kemaluan lelaki itu. Kini aku dihadapkan kenyataan betapa besar penis di gerbang kemaluanku saat ini, yg terus berusaha mendesaki dan menembusi kemaluanku tetapi tak kunjung berhasil.
Aku sendiri sudah demikian kehausan dan tanpa malu lagi mencoba merangsekkan lubang kemaluanku tetapi tak juga berhasil.
Cairan-cairan yg mestinya melicinkanpun belum bisa membantu lincirnya penis itu memasuki kemaluanku. Tetapi lelaki ini ada cara.
Dia meludah pada tangannya utk kemudian menambahi lumuran pelicin pada bibir kemaluanku. Dia lakukan 2 atau 3 kali. Dan sesudahnya dia kembali menyorongkan ujung penisnya yg dengan serta merta aku menyambutnya hingga..
Blezzhh..
Ampuunn.. Kenapa sangat nikmat begini, ya, ampuunn.. Kemana nikmat macam ini selama ini..??
Kemana nikmat dari suamiku yg seharusnya kudapatkan selama ini..??
Kenapa aku belum pernah merasakan nikmat macam ini..??
Kombinasi ke-sesakkan karena cengkeraman kemaluanku pada bulatan keras batang besar penis lelaki ini sungguh menyuguhkan sensasi terbesar dalam seluruh hidupku selama ini.
Aku rasanya terlempar melayg kelangit tujuh. Aku meliuk-liukkan tubuhku, menggeliat-liat, meracau dan mendesah dan merintih dan mengerang dan..
Aku bergoncang dan bergoyang tak karuan.. Ya, ampuunn.. Orgasmeku dengan cepat menghampiri dan menyambarku. Aku kelenger dalam kenikmatan tak bertara. Lelaki ini langsung mematerikan nilai tak terhingga pada sanubariku.
Aku masih kelenger saat dia mengangkat salah satu tungkai kakiku utk kemudian dengan semakin dalam dan cepat menggenjoti hingga akhirnya muntah dan memuntahkan cairan panas dalam rongga kemaluanku.
Uhh.. Nikmat inii.. Uucchh..
Kami langsung roboh. Hening sesaat. Aneh, aku tak merasa menyesal, tak merasa khawatir, tak merasa takut.
Ada rasa kelapangan dan kelegaan yg sangat longgar. Aku merasakan seakan menerima pencerahan. Memahami arti nikmat yg sejati dari peristiwa ranjang.
Demikian membuat aku seakan di atas rakit yg sedang hanyut dalam sungai dalam yg sangat anteng. Aku bahkan tertidur barang 5 menit.
Aku bangun karena dering telpon. Itu pasti suamiku. Aku langsung cemas. Lelaki itu tak lagi berada di sampingku. Aku coba tengok ke kamar mandi sebelum menjawab telepon.
Tak juga kutemui. Ternyata itu telepon dari kamar di depanku, telepon dari lelaki itu.
“Ana, cepat mandi, 15 menit lagi suamimu kembali ke kamar, saatnya mereka istirahat”.
Ah, bijak juga dia. Aku rapikan ranjang dan sepreinya, kemudian cepat mandi. Siang itu aku usul pada suamiku utk makan di kamar saja, badanku agak nggak enak, kataku.
Memang badanku agak lemes sejak aku mendapatkan orgasmeku yg bukan main dahsyatnya tadi.
Dan aku merasakan ada kelegaan sedikit, tak ada nampak bekas-bekas ulah lelaki itu pada bagian-bagian peka tubuhku.
Saat ketemu di siang itu suamiku nampak menunjukkan sedikit prihatin padaku. Dia tahu aku dilanda rasa bosan menunggu.
Dia sarankan aku jalan-jalan ke Molioboro atau tempat lainnya yg tak begitu jauh dari hotel. Aku mengangguk setuju.
Ah.. Akhirnya aku dapat ide.
Menjelang jam 1 siang suamiku kembali ke ruang penataran di lantai 2, dan jam 1 lebih 5 menit lelaki itu kembali menelponku, aku nggak menjawab langsung kututup.
Aku kembali merasa ketakutan pada apa yg aku pahami selama ini. Aku tak akan melanggarnya lagi. Yg sudah, ya, sudah. Masak aku mesti sengaja mengulangi kesalahanku lagi.
Tetapi tiba-tiba ada ketukan di pintu. Aku curiga, lelaki itu datang lagi. Dan aku nggak tahu, kenapa aku ingin tahu. Aku ingin tahu siapa yg mengetuk itu, walaupun aku sudah hampir pastikan dia sang lelaki yg tak kukenal itu.
Kuintip dari lubang lensa kecil di pintu. Dan benar, dia lagi. Dari dalam aku teriak kasar, mau apa kamu, yg dia sahuti dengan halus.
“Sebentar saja Ana, aku mau bicara. Sebentar saja, Ana, ayo dong, bukain pintu”, pintanya.
Aku jadi ingat akan gelinjang nikmat yg aku terima darinya. Aku juga ingat betapa penisnya tak pernah kurasakan nikmat macam itu. Aku juga ingat betapa lidahnya yg menyelusuri gatal bukit dadaku.
Dan aku ingat pula betapa gigitan kecilnya pada pentilku demikian merangsang dan menggetarkan seluruh tubuhku. Kini aku lihat kembali bibir edan itu dari lubang pintu ini.
Dan tanpa bisa kuhindarkan tangan kananku menggerakkan turun handle pintu ini. Dan, clek, terbuka celah sempit di ambang pintu. Dan dengan cepat, sret, tangan lelaki itu cepat menyelip di celah ambang itu.
“Sebentar, saja Ana, perbolehkan aku masuk”
Dia tdk menunggu ijinku. Kakinya langsung mengganjal pintu dan dengan kaki lainnya mendorong, dia masuk. Kembali dia memeluki aku, lantas menciumi bibirku, lantas menyingkap gaunku, lantas melepasi kutangku, lantas memerosotkan CDku.
Lantas mengelusi pantatku, pahaku, meremasi kemaluanku kembali, bibirnya terus melumati bibirku.
Kacamataku diangkatnya. Itulah rangkaian serangannya padaku. Pada awalnya aku kembali berusaha berontak dan melawan, walaupun kali ini tdk segigih pada peristiwa pagi tadi.
Dan aku yg memang bersiap utk “keok” langsung takluk bersimpuh saat tangan ototnya meremasi wilayah peka di selangkanganku.
Kali ini dia gendong aku menuju ke-ranjang dan sama-sama berguling di atasnya. Tetapi kali ini dia tdk menelanjangi aku. Dia hanya singkapkan gaunku, kemudian dia memelukku dari arah punggungku.
Dia lumati kudukku yg langsung membuat aku menjadi sedemikian merinding dan tanpa kuhindarkan tanganku jadi erat memegangi tangannya.
Suatu kali ciuman di kudukku demikian membuat aku tergelinjang hingga aku menengokkan leherku utk menyambar bibirnya. Kami saling berpagut dengan buasnya.
Lelaki itu rupanya ingin menambah khasanah nikmat seksual baru padaku. Aku tak tahu kapan dia melepasi celananya, tahu-tahu penisnya sudah menyodokki kemaluanku dari arah belakangku. Dengan posisi miring serta satu tungkai kakiku dia peluk ke atas, penisnya menyerbu vaginaku dan..
Blezzhh.. Blezzhh.. Blezzhh..
Dia kembali memompa. Rupanya kemaluanku sudah cepat adaptasi, penis gedenya tak lagi kesulitan menembusi vaginaku ini.
Posisi ini, duh.. Nikmatnya tak alang kepalang. Macam ini sungguh menjadi kelengkapan sensasi perkosaannya padaku yg kedua.
Ah, entah, ini masih bisa disebut sebagai perkosaannya padaku atau sudah menjadi penyelewenganku pada suamiku.
Rasanya sudah tak lagi penting buatku yg kini sedang demikian sepenuhnya menikmati kerja lelaki ini pada tubuhku.
Beberapa kali dia membetulkan singkapan gaunku yg menghalangi pompaan penisnya pada kemaluanku.
Sesudah beberapa lama dalam nikmat posisi miring, diangkatnya tubuhku menindih tubuhnya. Posisi baru ini menuntut aku yg harus aktif bergerak.
Terlintas rasa maluku. Tak pernah aku berlaku begini. Biasanya aku merupakan bagian yg pasif dalam ulah sanggama dengan suamiku, tetapi kali ini.
“Ayo, sayang, naik turunkan pantatmu, sayang, ayoo..”
Lelaki itu setengah memaksa aku utk menaik turunkan pantatku dalam menerima tembusan penisnya dari bawah tubuhku.
Dan sesungguhnya aku yg memang sangat kegatalan menunggu sodokkan-sodokkannya kini berusaha menghilangkan rasa maluku dan mencoba memompa.
Uh.., sungguh tak terduga nikmatnya. Aku mengerang dan merintih setengah berteriak setiap kali aku menurunkan pantatku dan merasakan betapa penis gede itu meruyak di dalam rongga kemaluanku, menggeseki saraf-saraf gatal di dalamnya.
“Sayang, coba kamu duduk tegak dengan terus memompa, kamu akan merasakan sangat nikmat. Saya jamin pasti kamu nggak mau berhenti nantinya”, begitulah dia antara menghimbau dan memerintah aku yg dengan tangannya mengangkat tubuhku tanpa melepaskan penisnya dari kemaluanku.
Dan dengan aku berposisi duduk membelakangi dia dan tanganku yg bertumpu pada dadanya, aku kembali memompa.
Ah.., dia benar lagi. Ini kembali menjadi sensasi seksualku, karena aku sekarang melihat betapa diriku nampak di cermin kamarku dengan kerudung rambutku yg sudah awut-awutan dan demikian basah oleh keringatku.
Aku seperti main enjot-enjotan naik-turun di atas kuda-kudaan.
Sepintas ada malu pada ulahku itu. Kok, bisa-bisanya, hanya dalam waktu satu hari aku melakukan hubungan mesum perkosaan atau penyelewengan, entahlah, dengan lelaki yg tak kukenal ini.
Dan yg terjadi kemudian adalah genjotan naik turunku semakin cepat saja. Aku merasakan betapa kegatalan yg sangat menguasai rongga kemaluanku.
Serta dengan menyaksikan diriku sendiri pada cermin yg tepat di mukaku, nafsu birahiku langsung melonjak dan mendorong gelinjangku kembali mendekati orgasmeku yg kedua dalam tempo tdk lebih dari 4 jam ini.
Dan saat orgasme itu akhirnya benar-benar hadir, aku kembali berteriak histeris mengiringi naik turunnya pantatku yg demikian cepat.
Penis yg keluar masuk pada lubang kemaluanku nampak seperti pompa hidrolik pada mesin lokomotif yg pernah aku lihat di stasiun Gambir.
Lelaki itu juga membantu cepatnya keluar masuk penisnya. Aku kembali rubuh. Sementara dia, lelaki yg belum memuasi dirinya itu menyeretku ke tepian kasur dan meneruskan pompaannya hingga menyusul mencapai titik klimaksnya.
Dia cengkeram pahaku dan kurasakan kedutan-kedutan penisnya menyemprotkan cairan kental panas pada kemaluanku kembali.
Saat jeda, dia menceritakan siapa dirinya. Dia adalah seorang dokter kandungan. Dia sangat tahu seluk beluk persenggamaan. Dia tahu gaya-gaya dalam meraih nikmat sanggama.
Dia tahu titik-titk peka pada tubuh perempuam. Dia tahu mana yg baik dan buruk. Dia puji aku setengah mati, betapa otot-otot kemaluanku demikian kencang mencengkeram penisnya.
Namanya Dr. Alan, 52 tahun, asli Malang. Dia buka praktek di beberapa kota. Minggu terakhir di setiap bulan dia berada di Yogya utk melayani pasien di beberapa rumah sakit di Yogya.
Dia memang tdk ada giliran ke kotaku.
Aku boleh panggil Lan saja atau Alan. Aku pikir dia adalah lelaki yg luar biasa. Dan aku lega saat dia mengenalkan dirinya. Aku lega karena dia termasuk orang terpelajar dan punya identitas.
Dia tdk liar. Dan dia bilang bertanggung jawab apabila ada hal yg nggak benar padaku karena bersanggama dengannya. Dia memberikan aku kartu nama.
Aku terima dan tak kuatir pada suamiku, karena dia dokter kandungan, yg mungkin saja aku dapatkan dari referensi teman-temanku.
Sore itu dia memberikan aku sekali lagi orgasme. Huh.. sungguh melelahkan dan sekaligus sangat memuaskan aku.
Dan yg paling mengesankan bagiku, sesiang hari ini dalam 3 kali persanggamaan aku meraih 6 kali orgasme. Aku nggak tahu lagi, bagaimana aku harus bersikap padanya.
Saat suamiku pulang, kamarku sudah kembali rapi, seakan tak ada yg terjadi. Aku sudah mandi dan dandan agar tdk menampakkan kelelahanku. Dan malam itu aku bersama suamiku kembali makan malam bersama.
Di pojok ruang makan kulihat meja dengan 4 kursi yg hanya diduduki seorang, dr. Alan. Dia nampak tdk berusaha memandang aku. Dia menyibukkan dirinya dengan bacaan dan tulis menulis.
Sungguh suatu kamuflase yg hebat.
Pada keesokan harinya, hanya 10 menit sesudah suamiku turun ke lantai 2 utk mengikuti penataran di hari ke dua, dr. Alan kembali mengetuk pintu. Kembali aku menghadapi peperangan bathinku.
Masa, perkosaan bisa terjadi sekian kali berturut-turut, dan sementara itu, apabila disebut sebagai penyelewengan, bagaimana perempuan tegar dan berkepribadian seperti aku ini demikian mudah runtuh oleh nikmatnya perselingkuhan.
Tetapi bayangan dan segala macam keraguanku itu hanyalah menjadi awal dari elusan dan rabaan batin yg langsung membangkitkan naluriah nafsu birahiku.
Aku sudah mulai berselingkuh sebelum perselingkuhan itu di mulai. Aku telah benar-benar runtuh. Aku bukakan pintu utk Alan.
Rasa harga diriku yg masih tersisa mendramatisir keadaanku. Aku bertindak seakan menolak saat Alan menggendong aku dari ambang pintu ke peraduanku. Tetapi segala ocehanku langsung bungkam saat bibirnya melumat bibirku.
Segala tolakan tanganku langsung luruh saat tangannya memilin pentil-pentilku. Segala hindar dan elak tubuhku langsung sirna saat pelukan tangannya yg kekar merabai pinggul dan bokongku.
Dan segala keinginan utk “Tdk!” langsung musnah saat kombinasi lumatan di bibir, pelukan di pinggul, rabaan pada pantatku merangsek dengan sertaan nafasnya yg memburu. Aku aktip menunggu Alan melahapku.
Dia mengulangi awal yg seperti kemarin, merangkul dan memulai dari belakang punggungku, memelukku kemudian menjilati kudukku. Aku meronta bukan utk melawan, tetapi meronta karena menerima kenikmatan.
Aku menengokkan leherku hingga bisa meraih wajahnya. Kulumati bibirnya. Dan seperti kemarin, setelah menyingkap busana yg menutup bokongku hingga paha dan vaginaku terpampang, tahu-tahu penisnya sudah telanjang menyelip dari celah CDku, siap berada di gerbang kemaluanku.
Sambil kami saling melumat dia mendorongkan penisnya, aku mendorongkan vaginaku menjemputnya. Saat akhirnya..
Blezzhh..
Kami langsung saling merintih dan berdesahan. Itulah simponi birahi di kamar Novotel di lantai 5 di pagi hari ini, sementara itu, mungkin suamiku sedang asyik berdebat bersama anggota teamnya di lantai 2.
“Sekarang gantian sayang, biar aku yg numpakin kamu, yaa..” suara gemetar Alan nampak menahan birahinya.
Aku dibalikannya dengan tetap mempertahankan lengkungan tubuhku hingga jadi nungging dengan kepalaku bertumpu pada kasur.
Sesudah sedikit dia betulkan posisiku dan kembali lebih singkapkan busana rapetku, dengan setengah berdiri dia mengangkangin aku mulai dari arah pantatku. Penisnya dia tusukkan ke vaginaku.
Duh, duh, duh..
Apa lagi ini. Kenapa gatalku langsung dengan cepat melanda vaginaku. Aku membayangkan bibir kemaluanku pasti dengan haus menunggu kepala penis gede itu.
Dan aku merasakan saat ujungnya mendorong aku hingga akhirnya amblas menghunjam ke dalamnya. Dalam hatiku aku berfikir, kok macam anjing kawin, ya. Kemudian Alan mulai kembali memompa. Huuhh.. Jangan lagi tanya betapa nikmatnya.
Aku seperti diombang-ambingkan gelombang Lautan Teduh. Setiap tusukkan aku sambut dengan cengkeraman vaginaku, dan akibatnya saraf-saraf pekaku merangsang gelinjang nikmat birahiku.
Dan saat penisnya dia tarik keluar, dinding kemaluanku menahan sesak hingga kembali saraf-saraf pekaku melempar gelinjang nikmat birahi. Keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk.. Aku semakin nggak lagi mampu menahan kegelianku.
Tangan-tanganku meremasi tepi-tepi kasur utk menahan deraan geli-geli nikmat itu.
Aku membiarkan air liurku meleleh saat aku terus menjerit kecil dan mendesah-desah. Mataku tak lagi nampak hitamnya. Aku lebur melayg dalam nikmatnya penis yg keluar masuk menembusi vaginaku ini.
Dan saat tusukkannya makin cepat menggebu, aku tahu, dia akan meraih orgasmenya mendahului orgasmeku.
Kubiarkan. Bahkan kudorong dengan desahan dan rintihanku yg disebabkan rasa pedih dan panasnya gesekkan cepat batang penisnya yg sesak menembusi kemaluanku ini.
Akhirnya dia menumpahkan berliter-liter spermanya ke vaginaku. Bunyi, plok, plok, plok bijih pelernya yg memukuli kemaluanku tdk kunjung henti. Dia tahu aku belum orgasme.
Dia tetap mempertahankan irama tusukkan karena tahu aku demikian menikmati gaya anjing ini. Limpahan cairan yg membecek pada kemaluanku tdk mengurangi nikmatnya tusukkan.
Bahkan licinnya batang keluar masuk ini merangsang gelinjangku dengan sangat hebatnya. Aku meliuk dan menaik turunkan pantatku. Aku benar-benar menjadi anjing betina yg vaginanya dikocok-kocok jantannya.
Aku merintih dengan sangat hebat dan berteriak histeris saat orgasmeku datang menyongsong tusukkan-tusukkan pejantan ini. Aku mendapatkan sensasi nikmat birahinya anjing betina. Aku tak kunjung usai juga. Aku mengimpikan orgasme yg beruntun.
Alanpun demikian pula. Sanggama kali ini bersambung tanpa jeda walaupun kami telah meraih orgasme-orgasme kami. Genjotan dan pompaan terus kencang dan semakin cepat. Kami dilanda histeris bersamaan.
Kami berguling-guling. Alan menyeret aku ketepian ranjang. Dengan tetap berposisi nungging, Alan menembusi vaginaku dengan berdiri dari lantai. Penis itu, duh.. sangat legit rasanya. Hunjamannya langsung merangsek hingga menyentuh tepian peranakanku.
Ujung-ujungnya mentok menyentuhi dinding rahimku. Aku nggak tahan.. Alaaannn.. gila, kami bersanggama tanpa putus selama lebih dari 40 menit. Aku kagum akan ketahanan Alan yg 52 tahun itu.
Penisnya tetap ngaceng dan mengkilat-kilat saat akhirnya kami istirahat sejenak. Baru kali ini secara gamblang dan jelas aku menyaksikan penis lelaki.
Selama ini aku dan suamiku selalu bersanggama dalam gelap atau remang-remang. Dan kami merasa seakan tabu utk melihati kemaluan-kemaluan kami.
Aku sendiri masih malu saat Alan melihati dan ngutik-utik kelentitku. Dan kini aku heran, kenapa demikian susah utk tak melihati penis Alan ini. Aku heran, kenapa barang ini bisa menghantarkan aku pada kenikmatan yg demikian dahsyatnya.
Jam 10 pagi Alan pamit. Dia bilang mesti ke rumah sakit memenuhi janji dengan pasiennya. Aku nggak akan mencegahnya. Dia akan kembali nanti jam 3 sore. Aku nggak komentar. Suamiku telepon, dia ngajak aku makan siang di restoran, dia akan menunggu aku di bawah.
Sesudah aku mandi aku keluar kamar dan turun. Aku jaga agar penampilanku nampak tetap segar. Pergulatan seksual yg penuh hasrat dan nafsu birahi antara aku dan Alan yg pemerkosaku telah meninggalkan berbagai rasa pedih di selangkanganku.
Setiap aku melangkah gesekan antara paha juga terasa nyeri. Aku harus bisa mengatasi ketdk nyamanan ini.
Ternyata hingga jam 6 sore Alan tdk balik. Mungkin ada krisis di rumah sakitnya. Anehnya, aku merasa kesepian. Aku telah terjebak dalam nikmatnya perkosaan.
Aku gelisah selama jam-jam menunggu ketukan di pintu. Aku merasa sangat didera nafsu birahiku. Aku ketagihan. Aku sangat ketagihan akan legit penisnya. Terbayang dan seakan aku merasai kembali legit itu menyesaki vaginaku.
Walaupun resah melandaku aku mengiyakan saat suamiku mengajak aku jalan-jalan bersama teman-temannya ke Molioboro. Acaranya kami makan lesehan di jalan yg demikian terkenal di dunia itu. Sepanjang jalan dan makan aku banyak melamun.
Suamiku nampak prihatin. Dia tetap hanya mengira aku kurang sehat dan dilanda rasa bosan. Dia merangkuliku dengan mesra. Aku berpikir dan melayg ke arah yg beda. Ah, Alan, dimana kamu.. Malam itu suamiku mencumbuiku.
Aku harus memberikan respon yg sebaik dan senormal mungkin. Aku merasakan betapa bedanya saat kemaluan suamiku memasuki kemaluanku. Aku tdk merasakan apa-apa. Hambar. Aku iba padanya.
Tetapi sebagaimana yg biasa aku lakukan, kini aku berpura nikmat, seakan aku meraih orgasme. Dan suamiku demikian bernafsu memompakan penis kecilnya hingga spermanya muncrat.
Malam itu dia tidur dengan penuh damai dan senyuman. Sementara aku tetap gelisah, terganggu pikiran dan bayang-bayang Alan.
Besoknya, secepat suamiku pergi ke penataran aku sudah tak sabar menunggu pintu. Aku ingin ada perkosaan kembali. Ah, aku benar-benar khianat sekarang.
Aku benar-benar kehilangan harkatku. Aku benar-benar bukan lagi diriku sebagaimana yg orang kenal selama ini. Aku adalah istri yg selingkuh, adalah perempuan penyeleweng.
Ketika 30 menit berlalu dan pintu tak ada yg mengetuk, aku nekad. Kuputar telepon kamar Alan. Dia nggak cepat mengangkatnya. Aku mulai kesal. Ah, akhirnya Alan bicara.
“Maafin aku sayang, baru selesai mandi, nih. Tadi malam sampai jam 11 malam. Pasien-pasienku ngantre, ada yg datang dari Wonosobo, Semarang. Aku nggak mungkin meninggalkannya, khan?!”.
“Bagaimana kalau aku yg ke kamarmu?” Gila, aku sudah sedemikian nekadnya.
“Boleh, ayo, biar aku bukain pintu. Kamu langsung masuk sebelum ada orang lain lihat, OK?”.
Aku cepat merapikan pakaianku kemudian dengan cepat bergegas ke kamarnya. Benar, dia barusan mandi. Handuknya masih melilit di tubuhnya. Kuperhatikan dadanya yg bidang dan bersih.
Ah, kenapa aku nggak pernah memperhatikan benar selama 2 hari ini. Bukankah dia sangat sensual. Mungkin karena kepanikanku yg selalu mengiringiku saat jumpa dan bersama dia. Kami langsung saling berpelukan dan melumat bertukar lidah dan ludah.
Aku merasa diriku menjadi sangat agresif dan nggak pakai malu-malu lagi. Dengan cara seloroh, kukait ikatan handuknya hingga lepas ke lantai.
Selintas tampak pemandangan yg sangat erotis di cermin besar kamar Alan. Aku yg berbusana serba tertutup lengkap dengan kaca mata dan kerudung di kepala sedang berpelukan dengan lelaki yg bukan suamiku yg dalam keadaan telanjang bulat.
Nampak jelas jembutnya yg tebal menyentuh pusarnya.
Aku mencoba tertawa dalam pesona birahi saat mengamati penisnya yg sudah mengkilat dan tegak ngaceng itu. Alan tertawa pula sambil menggapai tanganku dan diarahkan utk meremasi penis itu,
“Ayolah, sayang, pegang. Pegang saja, enak, lho. Nah, achh.. Enak banget tanganmu sayang..” dan dengan sedikit merinding aku mencoba menggenggamnya.
Aneh dan gila dan tak pernah mimpi bahwa aku akan secara agresif akan meraih penis lelaki yg bukan suamiku ini. Dan tiba-tiba Alan menekan bahuku. Dia menyuruh aku utk jongkok,
“Pandangilah, sayang. Penisku ini milikmu. Pandangilah. Indah sekali lho, ayo. Pandangilah milikmu ini”, tekanannya itu sesungguhnya merupakan sebagian dari harapan dan keinginan nafsuku kini.
Aku berjongkok pada lututku hingga penisnya tepat berada tepat di depan wajahku.
“Elusilah, dia akan semakin tegak dan membesar. Indah, kan..?”.
Ah, aku sangat kesetanan menyaksikannya. Ini merupakan sensasi lagi bagiku. Dan tangan Alan tak henti. Dia meraih kepalaku yg seutuhnya masih berkerudung dan menariknya utk mendekatkan wajahku ke penisnya itu.
Aku tersihir. Aku pasrah dengan tangannya yg mengendalikan kepalaku hingga penis itu menyentuh wajahku, menyentuh hidungku. Kilatannya seakan memanas dan mengepulkan aroma.
Aku mencium sesuatu yg sangat merangsang sanubariku. Bau penis itu menyergap hidungku. Tangan Alan tak juga henti.
“Cium saja, ini punyamu, kok. Ciumlah. Ayoo, ciumlah”. Ah, utk kesekian kali aku ikut saja maunya. Ah, penis itu menyentuh bibirku.
“Ayo, cium, nggak apa-apa. Ayoo, sayang. Ciumlah. Ayoo..”
Aku merem saat mulutku sedikit menganga menerima ujung mengkilat-kilat itu, sementara dorongan tangannya membuat gigiku akhirnya tersentuh ujung itu.
“Ayoo, sayang..”.
Dan aku, dan mulutku, dan lidahku, dan hatiku, dan sanubariku, dan akuu.. Akhirnya menerima penis Alan menembusi bibirku, menyeruaki mulutku. Aku menerima terpaan getar nikmat yg membuat tubuhku merinding dan menggelinjang.
Aku didorong oleh kekuatan macam apa ini, saat aku menerima adanya norma baru, yg selama ini merupakan sangat tabu bagiku, dan sangat menjijikkan bagi penalaranku. Bahkan aku menerima dengan sepenuh hasrat dan nafsu birahiku.
Aa.. Aku.. aku.. Mulai mencium dan melumat penis Alan..
“Ah, sayang, kamu nampak begitu indah, sayangg.. Indah sekali, sayang.. Sangat indah, sayang.. Indah banget sayang..”, Alan meracau tdk menyembunyikan kenikmatan libido erotisnya saat melihati aku mengulum dan menjilati penisnya.
“Terus, sayang.. Terus.. Enak sekali, sayang.. Teruss..”.
Dan aku menunjukkan gerakan melumat dan menjilat secara sangat intens. Terkadang aku cabut penis itu utk aku lumati batangnya yg penuh belukar otot-otot. Tanganku tak bisa lagi diam.
Sementara tangan kananku menygga penisnya dan mengedalikan kemana mauku, tangan kiriku mengelusi bijih pelirnya dan sesekali naik meraupi jembutnya yg sangat tebal itu.
Duh.. Aku menemukan keindahan, erotisme dan pesona birahi yg tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata.
Aku hanya bisa tangkap dengan hirupan hidungku, dengan rasa asin di lidahku, dengan keras-keras kenyal dalam genggamanku, dengan nafas memburuku. Aku benar-benar larut dalam pesona dahsyat ini.
Dan ketika aku rasakan Alan mulai menggoyangkan pantatnya menyggamai mulutku, dan ketika kudengar dia mulai benar-benar merintih dan mendesah yg membuat aku semakin terbakar oleh libidoku yg memang telah menyala-nyala aku menyadari bahwa macam nikmat birahi itu demikian banyaknya. Aku nggak pernah merasakan macam ini sebelumnya.
Membayangkan saja aku tabu dan jijik. Dan ketika kini aku justru begitu intens melakukannya, tiba-tiba hadir begitu saja keinginanku utk mempersembahkan kenikmatan yg hebat bagi lelaki bukan suamiku ini. Aku akan biarkan apabila dia menghendaki memuncratkan air maninya ke mulutku.
Aku pengin merasakan, bagaimana semprotan hangatnya menyiram langit-langit mulutku.
Aku pengin merasakan rasa pejuh dan spermanya di lidahku. Aku pengin merasakan bagaimana berkedutnya penis Alan dalam mulutku saat spermanya terpompa keluar dari penisnya.
Dan saat goyangan maju mundur pantatnya makin mengencang, tangannya mulai dengan benar-benar membuat kulit kepalaku pedih karena jambakan dan remasannya karena menahan nikmat tak terperikan dari kuluman dan jilatanku, aku sudah benar-benar menunggu kesempatan itu.
Aku sendiri melenguh dan merintih dalam penantian itu.
Dan dengan iringan teriakan histerisnya yg keluar terbata-bata dari mulut Alan, akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan kental panas luber menyiprat dan menyemprot-nyemprot langit-langit mulutku.
Tak henti-hentinya. Entah 7 atau 8 kedutan yg selalu diikuti dengan semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Terlintas kembali rasa jijik. Aku ingin muntahkan apabila kedutan itu habis. Tetapi ternyata itu lain dengan apa yg terlintas dalam benak, nafsu dan tingkah Alan.
Tangannya meraih dan menekan kepalaku utk lebih menghunjamkam penisnya hingga menyentuh tenggorokanku.
Dan pada saat yg bersamaan dengan penuhnya air mani di mulutku, tangannya dengan kuat membekap hidungku. Sungguh kasar dan sadis dokterku ini.
Seperti saat seseorang mencekoki jamu pada anaknya, aku dipaksanya menelan semua air mani yg tumpah dalam mulutku. Aku gelagapan dan hanya punya satu pilihan agar tdk tersedak.
Kutelan semua cairan kentalnya. Uhh.. uh.. uh.. Alan.. Kamu gila benar sih.. Sesudah yakin semua air maninya telah tertelan dan mengaliri tenggorokanku dia lepaskan bekapan hidungku.
Aku langsung menarik nafas panjang. Aku pandangi dia. Aku heran dengan perilaku kasarnya itu. Dia menyadari betapa pandangan heranku,
“Maaf, Ana, aku jadi kasar, aku nggak mampu menahan nafsuku.. Aku sangat ingin menyaksikan Ana yg cantiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki menelani air maniku. Maafin saya, ya, Ana. Sayang..”, aku melihati matanya dan mengangguk kecil.
Sesungguhnyalah aku tak begitu kecewa. Bahkan aku merasakan, betapa air mani itu juga sangat nikmat rasanya. Rasanya mengingatkan pada kelapa muda yg sangat muda. Kukatakan padanya apa yg kurasakan.
“Yaa.. memang, air mani itu, khan, hormon, bersih dan sehat. Air mani itu protein juga”, katanya.
Aku percaya akan pengetahuan dokternya. Aku bisa ketagihan, nih. Mungkinkah aku minum sperma suamiku? Ah, jangan, nanti dia malahan curiga, dari mana aku belajar macam ini?!
Bercumbu di kamar Alan memberikan rasa lebih aman dan tenang bagiku. Aku nggak merasa diburu waktu atau khawatir sewaktu-waktu suamiku muncul di pintu. Sampai jam 11.40 kami terus menerus saling mencumbu.
Pada akhir percumbuan tadi Alan menunjukkan padaku bagaimana tampilan penisnya saat ejakulasi.
Menjelang muncrat sesudah gencar memompa kemaluanku dia cabut penisnya. Dengan mengarahkan ujungnya ke mukaku dia kocok dengan tangannya penisnya.
Aku perhatikan bagaimana penis itu semakin membengkak dan sangat mengkilat-kilat kepalanya.
Aku menyiapkan wajahku utk menerima terpaan semprotan air mannya. Kusaksikan bagaimana batang itu menganguk-angguk setiap semprotan itu muncrat keluar.
Dan aku rasakan sangat sensasional saat dia muntahkan air maninya menyemproti mukaku, rambutku, kaca mataku dan membasahi bagian tubuhku lainnya.
Aku kembali ke kamarku dan mandi utk menunggu suamiku dari penatarannya. Aku panggil pelayan hotel utk mencuci semua pakaianku yg bekas aku pakai bersama Alan.
Siang itu suamiku kembali mengajak aku makan di restoran. Suamiku memberi tahu bahwa besok merupakan hari terakhir penataran yg akan selesai dan ditutup pada siang hari.
Suamiku bilang akan langsung pulang utk mengejar sore harinya sudah sampai di rumah. Rencana hari ini penataran akan berhenti jam 3 sore.
Rombongan suamiku telah menyiapkan bus AC utk bersama-sama melihat Keraton Yogya. Kemungkinan rombongan yg didalamnya ada Pak Gubernur Jawa Tengah akan disambut langsung oleh Sultan Yogya.
Aku diminta utk bersiap-siap menyertai dan mendampingi Ibu Gubernur. Aku tanyakan tepatnya waktu, suamiku menjawab jam 3.20 tepat rombongan akan meninggalkan hotel.
Aku boleh bersiap-siap hingga menjelang jam 3 sore itu. Mungkin suamiku tdk akan naik ke kamar, jadi aku diharapkan telah berada di lobby pada jam tersebut.
Terus terang aku tdk “happy” dengan rencana itu. Bukankah berasyik masyuk dengan Alan akan jauh lebih mengasyikkan?! Tetapi aku tdk memiliki alasan utk menolaknya.
Begitu suamiku kembali ke ruang penataran, aku menelpon Alan dari lobby dan kusampaikan programku sore ini. Dia menunggu aku di kamarnya.
Kami sepakat utk memuas-muaskan diri sampai jam 2.30. Aku sudah perhitungkan dalam 15 menit aku bisa merapikan diri dengan busana santai, sekedar jeans dan blus yg praktis, dan turun ke lobby 10 menit sebelum waktunya.
Begitulah, aku merasa semakin dikejar keterbatasan. Aku merasa betapa kesempatan berasyik masyuk tinggal sesaat di siang hari ini dan besok di siang hari pula.
Aku menjadi terpana ketika berpikir betapa selama mengikuti suami kali ini aku telah memasuki petualangan yg sangat berbahaya bagi kehidupan rumah tanggaku, kehidupan duniaku maupun alam fanaku nanti.
Aku heran sendiri, kok mampu berbuat macam ini, melakukan penyelewengan langsung di belakang suamiku yg tengah berjuang utk meningkatkan kehidupan kami bersama.
Tetapi aku memang sedang dilanda mabok. Kenikmatan birahi ini demikian memabokkan aku. Meraih orgasme dari orang yg bukan suamiku yg pada awalnya bukan mauku.
Tetapi perkosaan yg tak mampu aku lawan ini telah merubah aku menjadi istri yg nyeleweng. Dan kini justru aku yg seakan ketagihan dan berbalik mengejar sang pemerkosa itu dengan sepenuh nafsu birahiku.
Kenapa aku mesti mengalami dan melewati peristiwa macam ini.
Ah.. aku jadi linglung kalau memikirkannya. Biarlah apa yg terjadi, terjadilah.. Siang itu aku nampak terlampau merangsek Alan utk mengejar kepuasan nafsu birahiku.
Aku sudah tdk menghitung-hitung risiko. Aku demikian larut dalam kenikmatan penis Alan. Edan.
Sore harinya suamiku kembali mengajak aku makan lesehan di Malioboro. Dan malam harinya dia mecumbu aku. Aku merasa tak ada gairah sama sekali. Suamiku merasakan sikapku ini.
“Udahlah ma, besok kan sudah nyampai di rumah lagi” Kasihan suamiku yg demikian memprihatinkan aku.
Besoknya, waktu yg semakin sempit merembet tak mungkin kuhindari. Begitu suamiku pergi ke lantai 2, aku tak sabar lagi. Aku ketuk pintu Alan.
Kami langsung berpagutan. Aku merasakan waktu semakin mendekati habis, semakin menyala-nyala nafsu seksualku.
Aku semakin merangsang utk merangseki Alan. Kini akulah yg mendorongnya ke ranjang. Kini akulah yg seakan memperkosanya.
Kulepasi celananya, kemejanya, CDnya. Kuciumi tubuhnya, dadanya, ketiaknya, perutnya, selangkangannya. Aku jadi sangat liar dan buas. Akulah yg menyggamai dia.
Dia serahkan tubuhnya utk kepuasanku. Aku naik ke atas penisnya. Dengan setengah menduduki tubuhnya, aku masukkan kemaluannya yg telah tegang dan kaku menembus vaginaku.
Aku pompa dengan cepat dan penuh nafsuku. Aku dapatkan orgasmeku hanya dalam 3 menit sejak aku mulai memompa. Aku menjadi demikian blingsatan dalam gelinjang birahi yg tak lagi terkendali.
Alan nampaknya menikmati ulah keblingsatanku ini. Aku rubuh ke sampingnya.
Selanjutnya Alan mengambil alih. Penisnya yg belum terpuaskan dia tusukkan ke vaginaku kembali. Dia pompakan dengan cepatnya. Rasa pedih dan perih pada bibir-bibir kemaluanku semakin terasa menyiksaku.
Aku merintih dan mengaduh-aduh kesakitan. Alan justru nampak sangat menikmati kesakitanku. Dia balikkan tubuhku dan angkat pantatku hingga aku nungging tinggi-tinggi.
Aku tahu dia ingin aku menjadi anjing betinanya. Tetapi.. Acchh, .. Tdk.. tdkk.. jangann..
Rupanya Alan tdk hendak menyggamai kemaluanku. Dia menjilati anusku. Uhh.. aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Dia menciumi dan menusuk-nusukkan lidahnya ke lubang pembuangan taiku.
Dia nampak sangat menikmati aroma pantatku itu, sambil kedua tangannya merabai dan kemudian memerasi toketku.
Oohh.. ampuunn.. Aland.. Kenapa kamu selalu memberikan sensasi yg serba dahsyat padaku.. Kenapa kamu selalu memberikan pembelajaran berbagai nikmat sensasional begini macam padaku.. Alaaannn.. Jangann..!!
Aku rasakan bagaimana ujung lidahnya menyapu bibir-bibir analku. Aku rasakan bagaimana bibir Alan mengecupi lubang anusku. Aku rasakan bagaimana hidungnya berusaha menyergapi segala rupa aroma yg menyebar dari pantatku.
Aku rasakan bagaimana ludahnya membasahi hingga kuyup seluruh wilayah di seputar analku ini.
Dan puncak dari segala puncak ketakutanku akhirnya datang. Alan bangkit. Dia setengah jongkok mengangkangi pantatku.
Aku masih berpikir bahwa dia hendak menusukkan penisnya ke vaginaku. Aku masih berpikir dan membayangkan nikmat jadi anjing betinanya Alan.
Aku masih berpikir bagaimana sesak dan legitnya penis Alan menusukki kemaluanku dengan cara nungging anjing ini. Aku sama sekali tdk berpikir lain..
Tiba-tiba, tanpa kompromi, penis Alan didesak-desakkanya ke pantatku. Dia hendak melakukan sodomi padaku. Edan kau Alan, bajingan kauu.. Kamu bisa membunuh aku Alan.. Nggak! Nggak akan aku rela melayani maumu ini Alan.. Biar mati aku akan lawan kamu Alan..
Aku nggak akan berikan pantatku utk kepuasan nafsu biadabmu Lan..
Aku berguling. Kutendang perutnya, dia mengelak. Kucakar tangan dan dadanya, dia pegang tangan-tanganku, kugigit bahunya yg rebah ke wajahku, dia berkelit.
Aku teriak-teriak, dia membiarkan. Kupingnya sangat menimati teriakkanku. Dia terus merenggutku dengan tanpa bicara. Aku terus menggeliat-geliat utk melawannya.
Tiba-tiba, aku nggak tahu dari mana dia mengambilnya, dia keluarkan borgol. Borgol itu borgol besi yg aku sering lihat di TV digunakan polisi saat menangkap maling atau penjahat.
Tangan kiriku direnggut paksa dan diborgolkannya ke kisi-kisi ranjang Novotel. Berhasil.
Kemudian dia renggut kembali tangan kananku, dia keluarkan borgol yg kedua utk memborgolkan tangan kanan ini ke kisi-kisi yg lain. Aku langsung dilanda cemas ketakutan yg amat sangat.
Akankah dia melukai aku? Aku panik. Sangat panik. Aku sangat histeris ketakutan. Aku memohon dengan tangisan panikku.
“Jangan.. jangan Alan.. ampuni akuu.. Jangan borgol aku.. Ampuni aku Alan..”, aku menghiba dalam histeris.
Kini benar-benar aku seperti hewan yg dilumpuhkan yg siap menunggu penyembelihan. Akankan aku jadi hewan korban kebiadaban Alan?
“Sayang, jangan takut.. Aku nggak akan sakiti kamu.. Kamu akan aku berikan kenikmatan yg tak akan pernah kamu lupakan..”
Aku masih menangis minta belas kasihannya..
Kini dia mendekat ke tubuhku. Dia gulingkan setengah miring pantatku. Dia angkat kakiku hingga melipat ke arah dadaku.
Dan kembali pantatku menjadi terpampang. Kemudian dengan merapat dari arah punggungku, Alan memeluk tubuhku. Kemudian kembali kurasakan penisnya merapat ke arah pantatku.
Dia akan terus melakukan sodomi padaku. Apa dayaku. Aku yg kini terangket, tak lagi mampu melawan dengan cara apapun.
Saat dia tusuk-tusukkan penisnya ke lubang pantatku aku mulai merasakan betapa pedih dan sakitnya. Aku rasakan seakan berjuta saraf-saraf peka di lubang analku sepertinya hancur oleh tempaan ujung penisnya yg demikian keras itu. Aku menangis kesakitan dan penuh iba. Alan tahu, karena dia adalah dokter.
Dia hentikan tusukkannya. Dia ambil ludahnya dan dioleskan ke lubang duburku. Beberapa kali dia lakukan sebelum kemaluannya kembali utk berusaha menembusinya lagi. Saat aku kembali berteriak sakit, dia membisikkan ketelingaku.
“Kamu mesti santai, kendorkan saraf-sarafmu, jangan tegang, jangan khawatir. Kamu percaya padaku, khan?”.
Duh, suara Alan langsung membiusku. Aku percaya padanya. Dan sesungguhnyalah aku sangat berhasrat padanya. Akupun berusaha utk lebih tenang.
Toh aku nggak bisa berbuat lain. Tangan-tanganku terborgol dan Alan telah demikian melumpuhkan aku. Kemudian aku merasakan seperti ada pemukul soft ball yg memaksakan menembusi anusku.
Aku yakin pantatku mulai terluka, mungkin berdarah. Beberapa kali aku rasakan Alan mengulangi melumasi lubangku dengan ludahnya.
Akhirnya setelah beberapa kali dan sedikit demi sedikit menyodok masuk, penis Alan berhasil tembus tertanam dalam lubang taiku.
Aku mungkin kelenger. Aku tak mampu lagi merasakan sakit atau tdk sakit lagi. Aku lunglai dalam rasa panas dan pedas yg amat sangat. Aku tak mampu lagi berontak atau melawan. Aku benar-benar jadi pesakitan. Aku adalah korban keganasan Alan.
Dan saat Alan mulai memompakan penisnya, aku benar-benar pingsan. Entah berapa lama. Aku terbangun saat aku rasakan ada air yg menyiram wajah dan mulutku hingga aku gelagapan.
Pelan-pelan aku membuka mataku. Aku belum melihat apa-apa. Aku masih mengingat-ingat apa yg telah terjadi. Kulihat ada bayang-bayang gelap yg hampir menutupi wajahku.
Dan.. Biadab, anjiingg.. Begundal busuk kau Alaannn..
Dia benar-benar gila. Dia tengah menduduki aku dengan penisnya yg mengarah dan mengencingi wajah dan mulutku. Sebagian air kencingnya masuk kemulutku dan tertelan hingga membuat aku gelagapan tersedak-sedak. Kudengar samar-samar.
“Minum, ini sundal, minum kencingku. Ayoo.. Minum.. Air segar inii.. minum perempuan sial.. Minum kencingku sundalku..”
Tangannya membekap hidungku yg langsung membuat mulutku ternganga mencari nafas. Dan pada saat yg bersaman air kencing itu deras ngucur ke mulutku. Bagaimanapun aku tak terpaksa menelannya. Aku gelagapan setengah mati dan kembali pingsan.
Entah berapa lama aku kelenger.. Hingga kudengar bunyi telepon keras berdering.. Kubiarkan telpon itu terus berdering hingga berhenti dengan sendirinya..
Badanku, celana jeans dan blusku, seprei ranjang, selimut, bantal, semuanya basah. Bau anyir dan pesing memenuhi kamar. Aku jadi ingat, itu air kencing. Aku juga jadi ingat tanganku, telah lepas dari borgolku.
Aku jadi ingat saat terakhir yg aku ingat, Alan menduduki dadaku dan kencing ke wajah dan mulutku..
Kemana dia sekarang..??
Dimana Alan bajingan itu..??
Tiba-tiba rasa mual langsung menyergap aku. Aku tak mampu menahan ingatan itu dan mualku makin menjadi-jadi. Aku muntah-muntah. Telpon kembali berdering keras. Dengan terseok aku bangkit dari ranjang dan kuraih telepon,
“Cepat balik ke kamarmu, penataran sudah selesai, suamimu sedang menuju ke lift utk kembali ke kamar. Cepat..!!” itu suara Alan.
Telepon langsung putus. Aku panik. Kusambar apa yg kuingat. Aku keluar kamar Alan dan kembali ke kamarku. Tanganku gemetar tak keruan saat memasukkan kunci pintu.
Aku berkejaran dengan suamiku. Aku berkejaran dengan nasibku. Aku berkejaran dengan keutuhan keluargaku.
Aku berkejaran dengan martabatku.. Dengan terseok aku berlari ke kamarku dan langsung masuk kamar mandi dan mengunci pintunya. Ah.. ini semua adalah hasil kebodohanku.. Aku benar-benar keluar dari siksaan neraka jahanam..
Kudengar seseorang membuka pintu kamar.
“Ma, kok pintunya nggak dikunci..?” terdengar suara suamiku.
Ah, ademnya.. damainya.. Shower dingin di kamar mandi langsung membuat kesadaranku kembali utuh. Saat aku keluar kamar mandi suamiku menjemputku dan mencium aku dengan sepenuh cinta dan kerinduannya.
“Kita pulang, Ma. Ayo cepetan dandan, teman-teman sudah menunggu makan siang. Aku telepon ke kamar tadi. Kemana kamu, Ma? Shopping? Jalan-jalan?”
Ah.. Suamiku.. Cinta sejatiku.. Orang yg kuingkari.. Yg aku khianati..
Sejak saat itu aku tak pernah berjumpa lagi dengan Alan. Tak aku pungkiri, hingga kini aku masih merindukan penisnya yg gede panjang itu.
Aku masih terobsesi padanya. Aku sering membayangkan betapa kekerasan dan kekasarannya memberikan nikmat syahwatku.
Dalam keadaan sendiri aku sering mencoba ber-masturbasi. Aku merindukan orgasme beruntun yg kudapatkan dari dia.
Aku pernah mencoba menghubungi telpon yg tertera di kartu namanya. Ternyata dia telah pindah. Dia tdk lagi berdomisili di Malang.
Saat berkumpul dengan ibu-ibu kenalanku, aku suka memancing, apakah mereka pernah periksa ke dokter kandungan? Aku berharap mereka pernah berjumpa dengan Alan. Tetapi pertanyaanku tak ada jawabannya.
Aku juga coba telpon ke Novotel, apakah ada tamu berinisial Alan menginap di hotel ini?!
Akhirnya aku menyerah. Dia telah raib dibawa angin lalu. Aku juga berharap, kapankan angin lalu juga membawa raib obsesiku?
Sungguh lelah mencoba menempatkan hasrat birahi dalam penantian tanpa kunjung jelas. Aku akan berusaha melupakannya.
Aku mencoba memberikan perhatian lebih banyak kepada suamiku. Aku melengkapi perabotan dapurku.
Aku punya hobby memasak makanan oriental. Kemarin masakan suamiku memuji masakanku Muc Don Thit. Masakan tumis cumi yg telah aku isi dengan soun, hioko dan jamur kuping.
Aku juga membuat Tom Yg Goong yg pedasnya demikian menggigit. Kami makan malam bersama dalam penerangan lilin. Aku sempat keluar keringat karena kepedasan.