PornDewasaX3 - Cerita mesum tante win, seorang ibu kos sudah janda muda nafsu
denganku . yang tidak kalah serunya dan dijamin dapat meningkatkan
libido seks, selamat menikmati.
Kebiasaanku
tidur ngelantur belum bisa dibuang. Sejak aku SMA aku sulit sekali
dibangunkan pagi-pagi, apalagi sekolahku selama kelas 1 dan kelas 2
selalu siang hari. Ini pula yang menjadi kebiasaanku sewaktu mulai
kuliah.
Waktu
aku menginjak kota Bandung pertama kali, udara dingin kota itu
benar-benar membuatku masih terbuai mimpi meski sudah terang. Aku kuliah
di salah satu PTS yang hampir semua kegiatannya di waktu sore hari,
sehingga bagiku hidup dengan tertidur lelap di pagi hari cerah merupakan
kebiasaan. Kawan-kawan satu kost-ku biasanya sudah sunyi waktu aku
bangun untuk sarapan dan mandi, tapi kebiasaanku adalah sarapan sambil
nonton TV, baru mandi.
Tante
kost-ku termasuk yang baik, tak jarang untukku sengaja disiapkannya
secangkir kopi atau kue untuk sarapan, atau semangkuk mie rebus hangat.
Aku disayangnya, karena bila pagi hari rumah kost itu kosong dan akulah
yang menemaninya mengurus segala sesuatu, menyapu, masak, atau apa saja.
Walau
aku suka tidur ngelantur, tapi aku termasuk anak yang rajin kerja di
rumah. Tante win ini masih muda, tetapi sudah janda. Ia hanya punya satu
orang anak dan sudah bekerja di Sumatera. Praktis, ia hanya seorang
diri di rumah. Namun kecantikannya tetap ia pelihara, sehingga di
usianya yang mendekati kepala lima ia masih tetap cantik dan kencang.
Suatu
hari aku nonton film biru pinjaman dari kawanku. Di rumah rupanya
seperti biasa hanya aku saja lagi yang merupakan penghuninya. Aku ke
kamar kecil sebentar, lalu memutar film itu di VCD komputerku.
Karena
asyiknya, melihat adegan yang panas aku tidak tahan, aku melucuti
satu-satu pakaianku, tinggal CD-ku saja yang bertahan, itupun cuma
sebentar, lalu kupelorotkan hingga ke paha. Aku merasa penisku
menghentak-hentak minta dikeluarkan. Aku nonton dengan mata setengah
membuka, sambil berbaring kuelus-elus penisku yang makin tegak.
Gerakan
tanganku sudah menjadi cepat, ah… aku nggak tahan lagi, lalu aku kocok
terus dan terus, kugigit selimut untuk menahan jeritan nikmat yang
benar-benar menyelimuti pagi yang indah itu. Sesaat kemudian nafasku
mendengus sambil menyemprotkan mani ke dadaku.
“Ah… hmmm… ah…” aku merasa tubuhku ringan, lalu aku merasa ngantuk dan terlelap.
Tiba-tiba
aku merasa pahaku dielus orang. Aku tersentak kaget. Ah, ternyata tante
win sudah ada di dalam kamarku. Ia menggunakan gaun putih yang tipis
dan longgar. Kuhirup bau segar parfumnya yang menawan. Aku buru-buru
bangkit menarik CD yang kupelorotkan, air maniku meleleh ke sprei, nggak
kupedulikan. Tante win kemudian menatap mataku, tampak bergelora api
nafsu yang menggelegak di balik pandangannya itu.
Tangannya
meraih tanganku, “Raf, Tante minta maaf masuk kamarmu tanpa mengetuk,
abis tadi Tante lihat pintu kamarmu nggak dikunci. Tante bawa sarapan,
tapi, Tante lihat kamu lelap kayak gitu,” katanya sambil mengelus pahaku
kembali.
Aku
salah tingkah. Matanya melirik VCD-ku yang ternyata masih memainkan
film “laga” itu. Adegan demi adegan diawasinya, sambil tangannya meremas
bahuku. Dielusnya tanganku sambil menarikku duduk di kasur. Kurasakan
getaran halus lewat jari-jarinya, menahan gelora nafsunya yang
membahana.
Aku
mulai aktif dan terbakar suasana. Kupeluk ia dari belakang, lalu
kuhembuskan nafasku ke tengkuknya. Ia menggeliat dan menjadi lebih
beringas. Tubuhnya berbalik. Dibalasnya hembusan nafasku dengan ciuman
lembut. Kedua tangannya dengan liar menelusuri pinggulku, perutku, lalu
puting susu di dadaku.
“Raf, beri Tante… Tante mau…” katanya penuh harap.
Ia
kemudian menarik CD-ku sampai tuntas, lalu dengan lembut mengelus
rambut kemaluanku, penisku yang masih terkulai lemas diremasnya dengan
lembut pula. Aku menggelinjang kegelian, tapi tangan tante win lebih
dahulu menekan tanganku, seakan isyarat agar aku menurut.
Aku
memejamkan mata. Nafasku bergemuruh, kemudian tubuh kami terhempas di
kasur. Tante kemudian mengulum zakarku, sambil sesekali mencium penisku.
Aku hanya dapat menahan nafas, sambil mengerang penuh nikmat. Kemudian
lidahnya dengan liar menjilat penisku yang sudah tegak, sambil sesekali
mengulum dan menyedotnya penuh gairah. Aku benar-benar sudah siap laga,
ketika ia kemudian merebahkan tubuhnya di sampingku. Aku maklum.
Kubuka
gaunnya yang longgar, kemudian BH dan CD-nya. Tante dan aku sudah
sama-sama bugil. Aku mengambil posisi di atas, untuk memulainya. Pelan
kupeluk badannya, lalu kubelai rambutnya yang mulai beruban itu. Kucium
leher dan kupingnya, ia menggelinjang kegelian.
Nampak,
bulu lengannya merebak menahan rasa itu, tapi mulutnya hanya mengerang.
Lalu, bagian leher bawahnya kujilat lembut, sambil sesekali jenggotku
yang habis dicukur kemarin kugesekkan. Badan tante win kemudian
menggeliat lebih liar, sambil mendesahkan kata-kata yang tidak jelas.
Aksiku kulanjutkan dengan memainkan puting susunya yang menegang, sambil
kujilat dan kuhisap perlahan.
“Ayo Raf, ayo!” katanya.
Aku
tidak peduli. Aku telusuri terus semua titik nyerinya. Sampai kemudian
wajahku berada di selangkangannya yang mulai berpeluh. Kubelai pubisnya
dengan lidahku. Kubuka labia minora-nya dengan lembut, kemudian tanganku
membelai perlahan labia minora-nya yang sudah mulai basah itu
berkali-kali.
Kakinya
kemudian menekuk dan mengangkat pinggulnya. Dimainkannya pinggulnya
dengan goyangan yang berirama. Lidahku kemudian beraksi, menjilat bagian
labia minora-nya, lalu naik hingga klitorisnya. Kulihat klitoris itu
sudah menonjol kemerahan. Lalu, aku mengangkat pinggulnya, dan
kumasukkan penisku perlahan, sambil kugoyang maju-mundur. Tante
mengerang dengan tangan memegang erat pinggir kasur.
“Ayo, Raf, terus…!” katanya menyuruhku menggoyang badanku terus.
Aku menengkurapinya, lalu dengan sigap kusentakkan pinggulku sehingga penisku menghujam dalam ke vaginanya.
“Aduh, aduh… Raf, nikmat sekali,” katanya sambil memelukku.
Leher dan puting susunya terus kucium dan kujilat.
“Teruskan Raf! ayo sayang, aku sudah hampir sampai nih,” katanya.
Aku
makin menyentak. Keringatku mulai bercucuran, sementara tante win pun
demikian pula. Rupanya tante sudah sampai ketika tiba-tiba tante
memelukku dengan tangan dan kakinya erat-erat sehingga aku tidak dapat
bergerak sama sekali. Di mulutnya hanya suara desah puas selama beberapa
saat. Kemudian pelukannya mengendur. Tante lemas.
Aku
masih penasaran, karena aku belum sampai. Kutarik perlahan penisku yang
masih menegang. Kulihat penisku berkilat-kilat karena lumasan vagina
tante. Kubuka selangkangan tante, ia mengerang dan menggelinjangkan
pantatnya ketika vaginanya kuraba lagi. Kurangsang tante agar aku dapat
mencapai orgasme. Lidahku beraksi, kugapai labia minora-nya lalu kujilat
habis bagian itu, bahkan maniku yang meleleh di situ kujilat sampai
habis.
Lalu, klitorisnya yang memerah itu kusedot perlahan, “Ah, emm… mmm,” ia memekik lirih.
Badannya
yang mulai menggelinjang itu kemudian kutelungkupkan. Kunaiki
pantatnya, lalu kutekankan penisku ke vaginanya. Kemudian terasa suatu
sensasi di penisku, karena tante menutup rapat kakinya. Tanganku
kemudian memeluknya dari belakang, lalu aku menciumi tengkuknya yang
wangi. Tanganku terus memainkan putingnya yang mengeras itu sambil
kugoyang pinggulku, perlahan mula-mula, dan kemudian kemudian makin
cepat.
“Rafael, terus Raf, Tante hampir dapat lagi nih,” katanya berbisik.
Aku
tidak dapat menyahut. Nafasku memburu, karena nafsuku mulai memuncak.
Kurasakan nikmat menyelimutiku sampai habis, lalu rasanya itu maniku
sudah menghentak-hentak hendak keluar.
“Tante, Rafael mau keluar nih,” kataku berbisik.
Ia
hanya mengangguk. Kemudian dengan sekali hentakan lagi, aku merasakan
suatu sensasi baru, kenikmatan yang sangat panjang, “Crot… croot…
crooot…” terasa maniku menyemprot deras ke dalam vagina tante, sambil
tanganku memeluknya dengan erat. Aku hanya dapat mengerang penuh nikmat
surgawi. Aku lemas di atas badan tante, lalu terlelap beberapa saat
lagi.
Beberapa
saat ia menggeliat. Ia bangkit dan mengenakan kembali pakaiannya.
Kurasakan tante win memeluk dan menciumku mesra sekali. Disekanya
keringatku yang meleleh, lalu diselimutinya badanku yang masih
telanjang. Pergulatan itu memporak-porandakan kasurku, tapi aku kini
merasa tidak sendiri dalam menikmati dunia ini.
Tante
Win, di pagi hari siap selalu mengantarkan sarapanku, dan jika suatu
saat ia memerlukan kehangatan diriku, aku Rafael akan selalu ada di
sampingnya. END