Gadis Imut Mampu Memuaskan Ku Dengan Segalahnya | CERITA SEX



PornDewasaX3 - Sejak masih kelas 1 SMP, Rini sudah terlihat cantik. Dulu tubuhnya mungil. Berkulit bersih. (Bagi umumnya orang Jawa, kulitnya sudah termasuk putih) Di antara cewek cewek sekelasnya kecantikannya paling menonjol. Rini menjadi pusat perhatian juga karena kecerdasannya. Itu diakui oleh teman-teman dan para guru. Tetapi kekurangan Rini adalah, dia cewek pemalu. Tdk percaya diri. Bila didekati cowok, salting. Karena kekurangannya ini, Rini tak punya banyak teman cowok. Meskipun sebenarnya banyak yg naksir berat sama dia.

Cerita sex terbaru, Diam-diam salah seorang gurunya menaruh hati pada gadis mungil ini. Pak Sun, yg di usia 40 masih sendiri. Bujang Lapuak, kata orang Minang. Sebagai guru, dia tahu diri, sadar usia, maka yg bisa dilakukan hanya sebatas menggoda atau kadang-kadang memberi tugas ringan, mengambilkan tas di kantor atau disuruh foto kopi soal di koperasi sekolah. Bagi Pak Sun, yg penting bisa dekat, bisa bicara dan kalau bisa, …. sedikit menyentuh tangannya atau mencubit pipinya. Itu sudah cukup. Begitu terus sampai kelas tiga dan lulus, Pak Sun belum berhasil pedekate. Bahkan sampai lulus!!!

Di mata para siswa, dia guru yg sangat menyenangkan, berjiwa muda, pandai bikin lelucon segar saat mengajar dan ….. murah hati. Maka ketika mereka sudah lulus, masih sering mengunjungi rumah Pak Sun yg tinggal di situ ditemani ibunya yg sudah lanjut usia. Tdk heran jika acara reuni pertama mereka setelah 3 tahun meninggalkan SMP tercinta, diselenggarakan di rumah Pak Sun. Sederhana tetapi meriah. Acara demi acara lancar dan meninggalkan kesan yg mendalam. Hampir seluruh siswa hadir. Tdk terkecuali RINI. Pak Sun belum melupakan Rini. Guru jomblo itu masih memegang teguh tekadnya untuk mendapatkan Rini.

Acara reuni sudah selesai. Sebagian banyak yg pulang. Pak Sun berusaha menahan sebentar agar gadis pujaannya itu tdk pulang dulu. Bujangan tua ini sudah menyiapkan trik menarik, dia berharap bisa berhasil.

“Rini, jangan pulang dulu. Sebentaaaar saja.”
“Ada, apa Pak.” Rini menahan langkahnya di tangga teras.
“Mumpung kamu masih pakai pakaian cantik, aku mau ambil gambarmu.”
“Ah, malu, Pak!” Rini langsung sembunyi di balik tubuh Nana yg ada di dekatnya. Tetap saja dia masih pemalu.
“ Dewi, Sumi dan Andre, temani Rini. Dia malu foto sendirian.” Masih terasa wibawa Pak Sun sebagai guru.

Beberapa anak bergaya di depan kamera. Tetapi Pak Sun hanya meng- close up Rini saja. Mereka nggak tahu tipuan itu.. Selesai foto mereka keluar dari teras menuju motor masing-masing. Pak Sun melambai ke Rini juga. Dia membocengkan Nana, sahabat dekatnya.

Akhirnya rumah itu sepi. Tetapi Pak Sun masih berdiri di pintu pekarangan. Ada sesuatu yg ditunggu. 2 menit, 3 menit sampai 7 menit tak ada apa-apa. Pak Sun melangkah masuk, tiba-tiba langkahnya terhenti dan menoleh. Dia mendengar suara sepeda motor mendekat. Pak Sun tersenyum. Pasti anak itu mau ambil helm yg sengaja disembunykan agar cewek pujaan htinya yg pemalu itu kembali saat yg lain sudah pulang.

“Aduuuuh, Pak, helmku di mana ya?” Rini bertanya dengan cemas.
“Lho, sudah sampai di mana? Kok baru ingat kalau nggak pake helm?” Pak Sun pura-pura heran.
“Gara-gara saya difoto-foto tadi, jadi saya tertinggal teman-teman.” Rini cemberut, dia protes.
“Aku pake topi serasa pake helm.Ternyata belum pake helm. Untung Nana mengingatkan.”
“Wah, sorry Rini. Betul juga kamu. Kalau masih banyak teman kan bisa bertanya .” Pak Sun mencoba menenangkan kepanikan cewek cantik itu.
“Masuk sana! Dicari di dalam. Seingat kamu ditaruh di mana?”
“Tadi di stang motor!” Rini sangat yakin. Wajahnya menampakkan kecemasan.
“Ya, siapa tahu ada yg meminjam tapi mengembalikan di tempat lain?” Pak Sun menjawab dengan kalem.

Rini masuk kembali ke rumah. Nana ikut mencari. Pak Sun juga “ikut-ikutan” mencari. Tapi tdk ada.

“Sudah, pake saja helm ku. Itu di motorku!” Pak Sun menawarkan jasa. Rini ragu sejenak, tetapi merasa lega. Minimal dia bisa pinjam dulu untuk pulang.
“Pinjam dulu, ya Pak?” mengambil helm yg ditunjukkan gurunya.
“Bawa saja, aku punya dua kok.” Pak Sun menjawab tenang. ”Tapi duduk dulu sebentar dong.”

Karena merasa berhutang budi. Rini menurut dan duduk bersama Nana. Pak Sun mengumpulkan keberanian untuk memulai triknya.

“Hmm…ehm..Nana dan Rini rencana mau kuliah apa kerja.” Dia membuka pembicaraan.
“Kerja, Pak.” Nana menjawab pendek. “tapi sambil sekolah.”
“Bagus…… jangan menganggur terlalu lama. Bahaya. Makin lama makin susah cari kerja.”
“Aku juga mau cari kerja, Pak. Tapi di mana…..carikan to, Pak!” Rini tampak putus asa.
“Apa tujuan kamu kerja?” pancing pria bujangan itu cerdik.

“Ya mengembangkan ilmu yg diperoleh di sekolah.” Cerdas dan tangkas Rini menyahut.
“Good. Jawaban yg cerdas.” Guru tua itu mengacungkan jempol supaya Rini bangga.
“Kalau kamu, Nana…………..?”
“Golek duwit, Pak” singkat saja Nana menjawab.
“Betul, kamu Na. Pinter. Akhirnya…..ujung-ujungnya…….” Dia sengaja berhenti untuk memancing reaksi.
“Du…wit!” Nana dan Rini menjawab bareng disusul tawa mereka meriah. Pak Sun puas. Umpan masuk!


“Kamu sudah tahu kan, waktu PPL, berapa upah minimum karyawan” Pak Sun menunggu.
“Nggak tau, Pak” Nana bingung. wajah dan otaknya memang pas-pasan. Mudah bingung.
“Kalau yg saya dengar, 150 apa 600, nggak begitu jelas.” Rini mencoba mengingat.
“Ya hampir mendekati betul. Upah seminggu 150 ribu . Jika sebulan ya 600 ribu.” Pak Sun memperjelas.
“Wah, besar sekali.” Nana heran. Pak Sun juga heran, kenapa uang segitu dianggap banyak?

“Uang sekolah kita saja 100 ribu, transport 100 ribu. Ya kecil lah, Na….” Rini memprotes Nana.
“Uang segitu hanya pas untuk makan, Na” Pak Sun menjelaskan.”Padahal kita punya banyak kebutuhan lain.”
“Sudahlah, kamu memang belum perlu mikir seperti itu. Yg penting kamu kerja. Wis”
“Lha yo kuwi Pak, kerja apa? Beli pulsa sebulan aja sudah 50 ribu. Belum beli bedak, jajan” Rini menghitung.
“Ada kabar baik dan kabar buruk.” Pak Sun mulai menebarkan racun. Dua cewek itu diam memperhatikan dengan serius.
“Yg baik dulu apa yg buruk dulu?”

“Yg baik dulu Pak” Nana usul tetapi dibantah oleh Rini. Keduanya terlibat perdebatan seru. Baik dulu, apa buruk???
“Sudahlah, aku beri tahu yg buruk dulu?” diam sejenak…….hening….serius
“Aku punya lowongan kerja?”
“Horeeeeee……..!” dua cewek itu berteriak gembira tetapi sesaat kemudian kaget sendiri terus diam.
“ Ini kan kabar buruk? Piye to Pak. Ada lowongan kerja kok kabar buruk” Nana bingung lagi menatap gurunya penuh tanda tanya.

Pak Sun membiarkan keduanya tercekam rasa penasaran.

“Buruknya…… kamu belum tentu mau kerja. Males. Enak di rumah. Ya…..kan??”
“Ah, eng….gak…lah. Kerjo kok males. Susah-susah cari kerja. Sudah dapat kok malah males.” Nana ngedumel.
“Itu kabar baik,” Rini meluruskan. “ Bagiku….pekerjaan itu menyenangkan. Trus, kerja apa itu, Pak.” Rini penasaran.
“Lho, nggak ingin tahu kabar baiknya…..?” pancing Pak Sun yg membuat dua cewek lugu itu semakin penasaran terhadap gurunya yg
“baik hati” itu.
“Apa……Pak….he…he….he…..” Nana tertawa senang. Yg buruk saja menyenangkan. Apalagi ini….”

“Ya iya lah!” Rini juga penasaran.
“Baiknya….. pekerjaan itu ada upahnya…..”
“Aaaaahh…..yo mestiiiiiiiiiiiiiii ” kedua cewek itu memukuli punggung gurunya yg “nakal” Senang sekali Pak Sun
“Belum selesai …sudah main pukul…” pura-pura dia marah, “Kalau di pabrik upahnya 600 ribu sebulan. Tetapi pekerjaan yg aku tawarkan ini …upahnya cuma 200 ribu …..”
“Huuuuuuuuuuuuuu………” langsung mereka cemberut, tapi hanya sesaat karena guru itu melanjutkan,

“ SEHARI!” Aku ulangi Se….haaaaa…….ri”
“Haaaaa…? 200 ribu rupiah sehariii? Gek kerjo opo….kuwi?” spontan dan hampir bersamaan mereka bertanya
“Ringan….. tdk memerlukan pikiran dan tenaga yg berat. Hanya perlu sedikit keberanian dan…. tekad yg kuat. BEKERJA….DEMI UANG. “ Bau “racun” itu sedap sekali…. Sewangi “janji surga”
“Kerja apa to, Pak? Aku kok ora mudeng?” Nana betul betul bingung.
“Pokoknya siapa yg mau kerja, Ayo, ikut aku! Tdk bisa ditunda. Besok sudah direbut orang lain. Siapa yg mau ?”
“Aku…Pak” keduanya menjawab serempak. Mereka bingung, tapi juga takut kehilangan kesempatan.

Pak Sun membawa keduanya ke sebuah hotel melati. Dipesan satu kamar yg besar dan cukup sinar dari jendela. Di tempat itulah kedua cewek itu baru tau bahwa mereka akan difoto. Mula-mula foto biasa. Masih berpakaian lengkap. Mereka bergaya dengan bangga. Selesai dua tiga cepretan. Uang 10 ribuan dibagi. Lepas sepatu dan kaos kaki, berani. Klap! Klap! Klap! Dapat 15 ribu, Artinya naik 5 ribu. Lepas baju luar, masih pakai kaos atau rangkapan dalam. Tambah lagi 5 ribu. Tak terasa sekarang tinggal Bra dan CD. Pada tahap inilah mereka mulai alot dan bertahan. Bahkan minta berhenti.

Pak Sun melambaikan lembaran uang berwarna biru kea rah Nana. Karena terus ragu-ragu, Pak Sun menyelipkan uang itu di belahan dada Nana. Dia sudah pegang 45 ribu. Sekarang di dadanya ada 50 ribu. Wah, hampir 100 ribu. Dengan mantap Nana melepas bra-nya. Uang itu ditaruh di dompetnya. Susunya masih kecil. Tapi bagi Pak Sun yg penting Nana berani lepas bra. Ini akan mempengaruhi Rini. Klap! Cuma sekali. BH Nana dikembalikan. Nana mengenakan kembali.


Rini berpikir. Apa susahnya? Hanya difoto sekali. Dapat 50 ribu. Lalu boleh pakai beha lagi. Pak Sun tdk menunggu Rini. Lembaran itu langsung diselipkan di belahan susu Rini. Rini ragu-ragu sejenak dan …… melepas juga. Beha dilempar ke tempat tidur. Sambil memberi aba-aba dan mengarahkan Rini untuk bergaya, diam-diam Pak Sun menyembuhyikan beha itu di bawah bantal. Dada Rini biasanya tampak rata jika pakai seragam itu, ternyata…. Buesar!

Pak Sun terpana! Klap! Klap! Dari samping Klap! Tak disangka, cewek kecil dan cantik ini menyembunyikan keindahan yg……dahsyat! Rini disuruh duduk, dipotret dari atas. Klap! Benar-benar bulat dan putih. Tanpa membiarkan Rini berpikir Pak Sun menyelipkan lembaran merah 100 ribuan ke CD Nana.

Melihat Rini sudah mondar-mandir dengan dadanya yg besar tanpa malu-malu, Nana tumbuh keberanian. Dipelorotkannya CDnya. Tampaklah memiawnya yg masih berjembie tipis. Klap!Klap! Nana disuruh berbaring bugil. Klap! Rini mencari-cari behanya, tapi tak menemukan. Kedua tangannya tak mampu menyembunyikan bukit-bukit putihnya itu. Tetap tumpah ke luar. Sambil terus memotret Nana Pak Sun berpikir terus, bagaimana membujuk Rini melepas CD nya.

“Aku nggak bisa Pak.” Rengek Rini
” Malu…to Pak.” Wajahnya tampak memelas.
“Jangan malu, Nana yg motret dari depan. Aku di belakang kamu.” Kuselipkan lembaran merah di CD putihnya.

Pak Sun menarik Rini menjauhi Nana. Kamera diberikan kepada Nana yg bingung tdk tahu caranya.

“Pencet aja tombol kecil di atas itu, Yak, sekarang.” Pak Sun menyemangati Nana.

Rini masih bertahan tdk mau melepaskan satu-satunya penutup tubuhnya itu.

“Liat, Nana tdk bisa motret. Kamu aman tdk kena. Jadi kenapa malu.” Pak Sun terus membujuk sambil memegang kedua tangannya agar melepas CDnya.

Akhirnya tangan kiri Pak Sun bisa menurunkan CD sampai di atas lutut. Spontan Rini menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

“Duuuuh….maluuuuu” terus Rini merengek. Kubisikkan di telinganya “Ssssttt…ada tambahan uang 200 rb…tapi jangan sampai Nana tahu……” Rini mengendorkan pertahanannya
“Nanti selesai kuberikan….tapi jangan bilang Nana….” Bisik Pak Sun sambil menurunkan CDnya. Sulit tapi akhirnya lepas. Dikantonginya CD putih bertuliskan “Rini” di kantong celana. Kamera diambil alih.


Penampakan yg luar biasa. Impian 6 tahun kini menjadi kenyataan. Cewek cantik ini sekarang ada di hadapan Pak Sun tanpa selembar benang pun! Klap! Klap Klap! Tempiknya masih kuncup kecil dengan jembut tipis. Hmmm…..imuuut banget. Dadanya bulat, putih..perut ramping kecil…..

“Rini, pakai dua tangahnmu untuk membuka “itu”mu!” perintah si fotografer. Rini patuh. Di jembrengnya kemaluannya hingga nampak bagian dalamnya yg merah. Pak Sun menyuruh Rini berbaring. Klap! Pahanya mulusss. Klap! Close up memek. Klap!

Tahap awal sudah selesai. Uang yg dijanjikan diberikan. Dengan rasa senang dan rasa aneh, dua cewek ABG itu menerima uang hasil “pekerjaan” mereka hari itu. Pak Sun tetap sadar diri. Tdk menyentuh “boneka” kesayangannya itu…. Sekarang belum saatnya. Dia ingin menanamkan rasa aman di hati Rini. Rini harus yakin, bahwa Pak Sun tdk berbahaya. Tapi Pak Sun masih punya keinginan membara, malahan semakin menggila.

3 bulan setelah itu, Rini menelpon “tukang foto” itu.

“Pak, kok tdk ada pemotretan lagi. Uangku udah habis.” Suara Rini di sana. Berbunga-bunga lelaki tua itu mendengar suara merdu di seberang sana.

Segala perlengkapan disiapkan Handycam dan kamera. Sebelum dimulai, melalui hape terjadi tawar-menawar harga. Akhirnya setuju 300 ribu? Deal! Tempat di hotel yg sama.

Tdk menunggu lama Rini datang sendiri. Bawa motor sendiri. Rini pakai celana panjang, baju kotak-kotak, baju itu tampak kebesaran. Maksudnya untuk menyembunyikan dadanya yg besar itu. Rini memang cewek yg tdk percaya diri. Punya “kelebihan” kok disembuyikan. Ada perubahan nyata pada sikap Rini. Tanpa malu-malu dan tanpa disuruh dia melepas sendiri semua pakaiannya. Sampai-sampai Pak Sun menahannya.

“Stop. Bertahap Rin….. Bagian atas dulu pelan…. Muter…..Naah……lepas yg bawah……”

Sessi pertama adalah pemotretan di kamar mandi. Pak Sun pengin memandikan cewek cantik ini. Melihat dari dekat, merabai seluruh permukaan kulit cewek ABG. Oooh …. bagaimana rasanya??? Tanpa membantah, Rini membawa handuk yg diterima dari Pak Sun. Siang itu memang panas sekali. Mandi dapat menyegarkan tubuh.

Disabuninya kulit mulus itu. Tangannya kini merasakan secara langsung bagaimana halus dan empuknya bukit kembar yg indah itu. Rini memandang dengan penuh perhatian dadanya yg dibelai. Ooooh…nikmat!

Oohhh….besaaar… empuuk…Putingnya yg merah itu jadi tegak, Karena diremes-remes Rini merinding. Lubang di bawah jadi terasa lembab. Tangan gurunya ini bener-bener usil. Lereng-lereng bukit kembar itu dielus dan ditelusuri. Rini terbuai sampai matanya merem sesaat. Pak Sun lalu jongkok, tanpa dapat dicegah oleh Rini, mulut lelaki tua itu melahap bibir bawahnya. Karena nikmatnya, sampai Rini mengangkat-angkat sebelah kakinya. Apalgi saat- dua serangan dilancarkan bersamaan. Rini hanya dapat menggigit bibir. Untuk mengerang dia malu. Setelah tubuhnya diguyur air dan bersih dari busa sabun, kembali mulut lelaki tua itu mencari sasaran baru. Acara “mimi cucu” mulai.

Rini memandang ke bawah dengan tatapan takjub, bibir lelaki tua ini bisa mendatangkan kenikmatan ..ooh! Rini membiarkan dua payudaranya yg super itu bergantian dikenyot “bayi nakal” sampai puas.

“Rini, tolong lepaskan celanaku. Gerah sekali” Lelaki tua itu sudah merasa perlu untuk meningkat ke permainan berikutnya.

Dari tanda-tanda dan basa tubuh, diketahui cewek abg ini sudah “menunggu dipetik”

“Ha? Jangan….Pak! Saya…nggak enak.” Tetapi dalam hati ia ingin tahu,
“Kaya apa sih…?”
“ Aku saja nggak apa-apa, kok kamu nggak enak.” Pak Sun memaksa.

Rini melepaskan celana juga CD gurunya dan….. Ha? Ada benda aneh…. Coklat, panjang. Rini merem. Pura-pura takut. Pak Sun menuntun jari-jari Rini untuk mengurut-urut “burungnya” dengan sabun.Masih dengan mata terpejam dan ragu-ragu Rini mengurut benda aneh itu. Makin lama terasa mengembang dan bertambah besar. Telapak tangannya tak muat lagi. Rasa-rasanya benda ini bertambah panjang terus.

Rini membuka matanya dan terkejut…hiiii…..kok jadi segede ni? Penampakan itu menimbulkan rangsangan hebat. Tubuhnya bergetar, darahnya mendesir-desir lebih cepat. Karena terserang “demam” tak dirasakannya tangan gurunya yg nakal itu mengusap-usap memeknya. Sentuhan di vegi nya itu menambah hebat rangsangan birahinya. Ia ingin melenguh tapi malu. Maka hanya bisa menggigit bibir.

“Aduh, Pak. Sudah, Pak.” Ketika sampai di puncaknya dia tak tahan lagi.


Tanpa disadarinya pinggulnya bergoyang. Lelaki tua itu paham betul. Rini sudah “on” Dia berjongkok. Memek yg masih rapat itu dibuka dengan sapuan lidahnya. Jempol kaki Rini tegak ke atas, menahan setrum ribuan watt dari lidah si tua bangka itu. Matanya tak lepas dari TKP, dilihatnya lidah itu menari-nari di lubangnya. Menusuk-nusuk bagaikan jari yg basah dan hangat.

Tangan Rini erat meremas sabun di tangannya. Sabun hotel yg tipis itu sampai putus dan hancur. “Penderitaan” Rini semakin parah ketika dua tangan keriput dan hitam meremas bukit kembarnya yg super besar itu. Ooo…gila, mengapa bisa senikmat ini. Sinyal gelombang kenikmatan itu datang silih berganti dari dada, dari vegi terus menerus.

“Sudaaahhhhhh Paaakkkk!” tetapi yg terdengar di telinga guru bejat itu adalah ‘”Teruuuusssssss Pak!”

Pak Sun keluar dari kamar mandi. Rini ditelentangkan di kasur. Pahanya yg putih mulus terpampang indah. Di tengah-tengah selangkangan yg putih itu terlihat kemaluannya seperti segitiga terbalik. Segitiga itu dihiasi jembut tipis. Kembali memek gadis kecil itu dikelamut habis-habisan. Rini sudah tdk melawan lagi. Pak Sun mengangkangi tubuh Rini yg kecil. Rini membuka pahanya yg putih mulus, dengan pandangan mata yg pasrah.

“Pak, jangan dimasukkan dalam-dalam ya?” Pintanya mengiba.

Rini tdk tahu bahwa kalau benda tumpul itu sudah masuk, sedalam apa pun rasanya sama saja (enaknya). Pak Sun mengangguk.

“5 senti cukup, Rini . Nanti kalau terlalu dalam bilang ya?”

Mula-mula dipukul-pukulnya “kentongan” itu dengan “pemukul” ajaibnya. Plak, plak, plak. Lalu helm itu dipakai untuk nguleg itilnya merah yg mekar mengembang.

“Duuuuh….sakiiittttt. Jangan diuleg-uleg, Masukkan saja, Pak” terdengar merdu rintihan cewek ini.

Berkali-kali benda coklat itu gagal penetrasi. Kembali lidah sutera bertindak membasahi “jalan ke surga”
Coba lagi dimasukinya, sekarang lubang “kentongan” itu semakin licin.Kemaluan Viani mengeluarkan pelumas sendiri. Putih bening sehingga Pak Sun bisa masuk sedikit.

“Aduuh…jangan dalam-dalam, Pak…..” Pak Sun selalu menafsirkan kebalikannya.
” Kurang dalam, Pak” Ditekan lagi, maju sedikit demi sedikit.

Tiba-tiba Rini menjerit lirih

“Aaaauuu…… sakiiiiit….jangan sampai robek ya Pak” rintihnya polos sekali. Padahal Sudah robek. Oh Rini … Rini, apakah kamu tdk tahu gurumu sudah mengambil kesucianmu?.

Dengan pecahnya selaput perawan itu, kini lancarlah jalan ke surga. Pelaaaann… dan lambat. Akhirnya semua bagian dari k0ntol laki-laki tua itu masuk. Rini mendongak dan menggigit bibir. Tetap jaim. Dia berusaha tdk mengeluarkan erangan. Tapi jari-jari kakinya jelas terlihat tegang meregang. Jari tangannya erat meremas kasur. Itu tanda yamh jelas kalau cewek jaim itu menahan hebat kenikmatan yg dirasakannya. Pak Sun kini bergerak naik turun, naik lagi, turuuuun lagi dengan halus.

“Pak jangan dalam-dalam…..ya…..Bapakku sudah wanti-wanti…….jangan sampai ….adduuuuh…” Tak bisa menyelesaikan ucapannya Rini “terganggu” lewatnya arus “listrik 100 megawatt” diseluruh jaringan syarafnya.
“Jangan apa, cah ayuuuuuu……” Pak Sun semakin menikmati “living reality” mimpi yg jadi kenyataan.
“Kalo robek aku nggak perawan lagi oohh….sakiiit” tusukan itu menjawab protes Rini.


Pak Sun ingin ganti posisi. Tapi tdk berani menyuruh Rini nungging .takut macem-macem, kuwatir Rini protes. Yg penting sekarang hasratnya terpenuhi dulu. Tanpa bilang-bilang k0ntolnya dicopot begitu saja lalu berdiri di samping tempat tidur. Rini yg baru larut dalam kenikmatan tentu saja kaget dan kecewa. Tapi tetap saja jaim dia.

“Sudah selesai, Pak.” Yg diucapkan, tetapi dalam hati berkata, “Kok sudah Pak?”
“Sudah, aja, nanti kamu nggak perawan lagi. Wis, ya?” Pak Sun menggoda.
“Aaaa….Pak Suuunnn nakaal, ya pelan-pelan to Pak. Asal jangan dalam-dalam.” Rini ketagihan.

Laki-laki tua itu bersorak dalam hati penuh kemenangan. Hu…. Akhirnya minta juga!

“Ayo balik badanmu. Sinikan pantatmu! Naah….. gitu. Masih utuh . Masih perawan. Kok. Jangan kawatir.” Pak Sun menjilat semua bekas darah di sekitar selangkangan Rini. Nah, bersih. Diarahkannya lagi tongkat kenikmatannya ke lubang di tengah pantat putih itu. Enam tahun sudah, perjuangan tak kenal lelah. Akhirnya ….ah…pantat indah ini disodorkan di depanku, Rini aaa…. Aku masuk lagi.

Kini terasa lubang itu semakin licin tetapi tetap sereeeet dan kenceng. Setiap batangnya mau ditarik keluar, bibir-bibir sexy anak cantik ini mengatup rapat dan menahan seakan mengucapkan “jangan keluar dong-yg” sehingga terasa diurut-urut urat-urat batang kemaluan Pak Sun. Eeeennaaaak tenan.

Pak Sun menyadari murid kesayangannya sudah sepenuhnya terikat dalam jerat kenikmatan yg memabukkan. Bagaikan daya hipnotis, buaian nafsu itu membuat Rini lupa dan hilang kesadaran. Merasa “jalan” sudah lancar, Pak Sun mempercepat sodokannya. Diraihnya bukit kembar yg terayun-ayun di bawah sana. Diremas-remas dengan lembut dan penuh perasaan. Rini tdk bisa jaga image lagi. Jebollah pertahanannya. Lepaslah kini erangan dan rintihan yg sudah lama ditahannya.

“Ahhhhh….. ssssss…….uuuh…….terusss……aahhh ….”
“Enak ……….. sayaaaaaaang?”
“Enaaaak……sekali….”
“Rini aaa……. Aku sayaaaang kamu…..cah ayu” Ini saatnya untuk mengatakan, yg terpendam selama ribuan hari dan jam di hatinya.
“Aku juga sayang Pak Sun. Ooooh……..” dalam ketdk sadaran akibat candu sex mulut mungil itu bicara.

Pak Sun sudah puas mendengar jawaban itu. Dia tdk perlu memiliki Rini. Kasihan, dia kan masih sangat muda, Baru 18 tahun. Sekarang dirinya sudah 46 tahun. Terlalu jauh beda usianya. Yg penting sudah diperolehnya saat-saat berharga yaitu keperawanan gadis yg lama diidam-idamkan dan dicintainya.

Tusukan demi tusukan menghantarkan Rini ke ujung perjalanan kenikmatannya. Tanpa disadarinya dia menghentak-hentak maju mundur dengan cepat. Mulutnya terbuka. Kedua payudaranya t erayun-ayun mengikuti gerakan tubuhnya. Nafasnya mmburu. Bintik-bintik keringat memenuhi wajahnya sekitar mulut dan dahi. Jadi semakin cantiiiiik.

“Aaaaahhhhh…….huuuuuuuuu hffffffff………” sambil merapatkan pantatnya erat-erat ke belakang.

Pak Sun lalu mencabut k0ntolnya yg berkedut-kedut di bawanya ke depan, ke mulut Rini yg menganga.

“Ceeeeeetz….creeeeet” Rini malah tersenyum bahagia. Mengulum k0ntol yg masih licin itu dan menjilatnya bersih.

Pak Sun memeluk erat muridnya. Bibir mungil itu dikecupnya. Rini membalas penuh gelora nafsu membara. Suatu perpaduan yg sangat kontras. Cewek secantik dan semuda itu dipeluk dan dicium lelaki tua yg sudah pantas jadi kakeknya. Kulit si gadis putih, kulit lelaki tua itu hitam dan sudah berkeriput. Lama sekali mereka berdekapan. Sampai hape Rini mengingatkan untuk segera pulang. Pak Sun tdk jadi memberi 300 ribu. Tetapi 5 lembar ratusan. Dia iklas karena merasa sangat puas.

Kapan lagi Rini telepon? Pasti ….. suatu saat akan didengarnya suara merdu Rini di hapenya, “Pak ada job nggak?