PornDewasaX3 - Kejadian ini kualami ketika aq KKN di sebuah desa terpencil di jawa tengan. Aq menginap di rumah sekretaris desa tersebut, sudah berumur, sekitar 55 thn, namun istrinya masih muda, sekitar 27 thn, sebuta saja mbak Rin
Pada waktu itu aq kehilangan cucian baju, ketika mbak Rin selesai mandi dengan memakai handuk yg terbelit menutupi sebagian tubuhnya sambil menenteng keranjang cucian yg sudah kering, masuk ke dalam kamarnya yg hanya ditutup korden. Aq mengikutinya, ikut masuk ke dalam kamar bermaksud utk menanyakan apakah dia melihat bajuku. Begitu kusingkapkan korden kamarnya, aq melihat mbak Rin sudah melepas handuknya, tanpa sehelai benang pun. Kulitnya putih, mulus, lansing dan singset. Toketnya tdk terlalu besar tapi bulat dan padat. Aq kaget namun mbak Rin melihatku dengan tenang, sambil menutupi toketnya dengan telapak tangan kiri, sedangkan telapak tangan kanan menutupi memeknya. Sedangkan toketnya yg satunya masih menggantung dengan bebasnya. Aq sempat memangsa pemandangan yg jarang terjadi ini.
“Ada apa dik Lukman?” tanyanya lembut.
“Anu mbak, nggak. Lihat baju saya nggak mbak…?”
“Baru dicuci. Ditumpukan itu barang kali, coba aja dicari sendiri dik Lukman” jawab mbak Rin sambil menujukkan tumpukkan cucian
Sementara aku mengaduk-aduk cucian, ia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tentu saja toketnya dan memeknya, walaupun dari samping, cukup jelas terlihat olehku. Mulanya aku agak tdk enak, tetapi karena Mbak Rin bersikap cuek, maka aku pun nekad menatap secara langsung pamandangan itu dengan berani.
“Tubuh Mbak Rin, masih singset ya,” pujiku mesra.
“Ah, Dik Lukman bisa aja,” katanya dengan tenang, tetapi kemudian ia tersentak, “Eh, kok liat-liat Mbak, kan saru,” bisik Mbak Rin membuyarkan lamunanku.
“Habis, rejeki kan tdk bisa dibiarkan,” kataku nyengir.
“Uh, dasar..” kemudian ia cepat-cepat mamakai pakaian.
Jam 8 malam, karena tdk ada hiburan TV, dan suasana sudah sangat sepi, aku pergi tidur. Pak Sekdes kebetulan sedang menginap di rumah isteri tuanya. Lampu minyak tempel kuredupkan, dan bersiap utk memejamkan mata. Tiba-tiba ada orang masuk ke kamarku. Setelah kuamati bayangan itu ternyata Mbak Rin.
“Dik Lukman belum tidur ya,” sapanya mesra.
“Belum mbak,” sahutku.
“Mbak Rin kedingingan nih, nggak bisa tidur,” balasnya dan duduk di tepi tempat tidurku.
“Tidur di sini saja Mbak,” ajakku penuh birahi.
“Nggak apa-apa nih,” balasnya dengan senyum menggoda.
“Nggak,” bisikku.
“Tapi jangan macam-macam ya,” katanya sambil tertawa genit.
Kugeser tubuhku ke kanan memberikan ruang bagi Mbak Rin berbaring di sampingku. Mulutku terkunci lagi, karena gejolak yg sangat hebat berkecamuk di dalam dada ini ketika ia merebahkan tubuhnya di sampingku. Bau parfumnya membuatku semakin bergejolak.
“Dik Lukman sudah pernah melihat perempuan telanjang nggak,” akhirnya Mbak Rin membuka percakapan.
“Belum, kalau anak-anak sering, eh maksud saya baru sekali, lihat Mbak tadi..”
“Apa Mbak masih singset sih?, khan Dik Lukman bilang begitu tadi,” tanyanya manja.
“Iya betul Mbak, betul, seperti di gambar porno saja,” jawabku.
“Dik Lukman punya foto begituan.”
“Punya, sebentar ya saya ambilkan..”
Kuambil majalah berwarna kategori triple X, kubesarkan lampu minyak di dinding.
“Dik Lukman dapat dari mana majalah ini,” sambil menerima majalah yg kuberikan.
“Serem..” komentarnya, tapi matanya terus menatap gambar orang sedang senggama. Pada gambar lain tampak adegan 69, dimana saling menjilati kemaluan lawannya.
“Mbak pernah ngisep barangnya Bapak, nggak,” tanyaku dengan berani.
“Ah, Dik Lukman ada-ada saja, jijik ah,” jawabnya pura-pura malu.
“Enak Mbak, seperti ngisep kemaluan, khan enak,” kataku lagi meyakinkan.
”Memangnya Dik Lukman pernah?” sambil menatap wajahku dalam-dalam, menjadikan aku gelagapan.
“Belum, cerita teman-teman saya yg sudah kawin. Mbak mau disun memeknya,” pancingku nakal.
“Ah Dik Lukman ini ada-ada saja, malu ah,” Sambil tangannya menyingkirkan tangan saya yg sudah melingkar di perutnya.
Tapi tanganku kembali merangkul tubuhnya, kali ini agak ke atas dekat dengan buah dadanya.
“Emang Bapak nggak pernah ngesun barangnya Mbak?” tanyaku.
“Ah, Bapak kan sudah tua, nggak mau yg macem-macem,” obrolan yg semakin menjurus ini menjadikan batang pesniku makin mengeras, sehingga celanaku terasa semakin sempit.
Aku terus mencari akal agar malam itu tdk terbuang sia-sia. Belum sempat aku menemukan caranya, tiba-tiba ia menarik tanganku ke atas sehingga menyentuh buah dadanya yg montok. Aku segera bereaksi dan mulailah mengelus-elus buah dadanya. Kulihat wajahnya sudah berubah, nafasnya memburu, kusingkap gaun tidurnya ke atas, dan ia membiarkannya bahkan melepasnya sendiri. Dan kemudian melepas BH-nya, sehingga buah dada montoknya yg tadi siang kulihat, kini dapat kusentuh, kuelus-elus dan kupencet-pencet kekenyalan buah dadanya.
Mbak Rin kembali berbaring, bibirnya menyambut dengan hangat ketika kucium Mbak Rin. Sambil berciuman tanganku bergerilya, sampai di sekitar kamaluannya. Kuelus pahanya dan akhirnya memeknya dari luar CD nya. Mbak Rin semakin liar mempermainkan bibirnya dan lidahnya, melumat habis bibirku. Kuselipkan jariku lewat samping CD nya meraih liang senggamanya, ternyata sudah basah kuyup. Bersamaan dengan itu, ia raih pula penisku. Kubantu membuka celanaku dan semua yg menempel di bajuku.
Dengan kencang ia terus memegang batang penisku, seakan sudah menjadikan haknya dan tdk ingin melepaskannya. Sementara aku terus mencium semua permukaan kulitnya. Sampai pada bukit kembarnya, kuisap, kusedot dan kujilati puncaknya hingga membuatnya semakin memburu nafasnya. Begitu kuteruskan jelajahanku ke bawah lepaslah pegangan di batang penisku, sampai dipusar dan terus ke bawah sampailah di selangkangannya. Kulebarkan pahanya, tetapi dia menahannya.
”Jangan ah, malu,” sambil merapatkan pahanya dan menutupi memeknya dengan tangannya.
Aku terus menciumi pahanya, menjilati dan mengecupnya. Lama-lama makin ke dalam pahanya. Mbak Rin mulai mengendorkan kakinya, kubuka pelan-pelan pahanya. Pelan-pelan pula ia mau membukanya. Sampai akhirnya rela juga mengangkangkan pahanya dengan lebar, sehingga membuatku mempunyai ruang yg jelas utk menyaksikan pamandangan yg sangat membangkitkan nafsuku itu. Segera kusergap bagian yg sangat dirahasiakan wanita itu.
Begitu lidahku kupermainkan di bibir memeknya sebelah atas. Ia segera menjerit histeris sambil menjambaki rambutku. Pinggulnya dia angkat tinggi-tinggi, gerakannya semakin liar sambil mulutnya meneriakkan suara yag tdk jelas. Memeknya semakin basah saja, bercampur dengan ludahku utk memberikan kehangatan pada liang senggamanya. Beberap menit kemudian ia sampai pada puncak yg tertinggi, disertai dengan lengkingan yg tertahan karena wajahnya ditutupi bantal. Tubuhnya menegang dan pinggulnya diangkatnya tinggi-tinggi. Beberapa detik kemudian terkulailah dia.
Selanjutnya kuambil posisi, kuarahkan batang penisku pada lubang memeknya, pada tubuh yg lunglai itu. Mbak Rin diam saja, hanya sekali-sekali menciumiku. Aku masukkan batang pesniku pada lubang memeknya yg basah kuyup sehingga licin luar biasa. Mbak Rin diam saja ketika kugenjot dengan cepat sehingga buah dadanya tergoncang kesana kemari. Mbak Rin mulai merasakan kenikmatan lagi, makin lama dahinya makin dikernyitkan pertanda birahinya mulai naik. Tetapi lahar yg sudah lama kubendung keburu keluar, segera kutarik. Mbak Rin, mulanya menahan bokongku, agar pesniku tetap terselit di lipatan memeknya. Tetapi karena tenaganya sudah habis, lepas juga memeknya dan kukocok dengan cepat sehingga muncratlah di atas perutnya yg indah.
Mbak Rin dengan takjub menyaksikan peristiwa muncratnya spermaku. Lalu tersenyum manis.
“Kok nggak dikelaurin di dalam,” tanyanya.
“Nanti kamu hamil,” jawabku mesra.
“Paling Bapak juga nggak tahu kalau itu anakmu,” jawabnya dengan enteng.
Sejak saat itu aku jadi jarang pulang, ketika hari Sabtu dan Minggu kupergunakan mencuri-curi waktu agar bisa bermain dengannya. Apalagi kalau sedang sepi. Misalnya tdk ada cukup waktu utk melakukan senggama, maka ia aku suruh saja mengocok hingga keluar.
Sejak itu sepertinya Mbak Rin semakin ceria saja. Sampai selesai waktu KKN-ku, aku tdk kurang melakukan senggama secara sempurna sebanyak delapan kali. Tanpa ada seorangpun yg tahu dan curiga. Dan ternyata ini membawa berkah lain, yg paling menonjol adalah cara Mbak Rin dalam melayani suaminya yg sepertinya berlebihan.